BREAKING NEWS
Jumat, 19 Desember 2025

Banjir Bisa Surut, Tapi Karbon Tinggal Selamanya

BITV Admin - Senin, 15 Desember 2025 09:28 WIB
Banjir Bisa Surut, Tapi Karbon Tinggal Selamanya
Keadaan Kota Lintang Bawah, Kab. Aceh Tamiang, yang terdampak banjir bandang di Aceh. (foto: agusyudhoyono/ig)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Oleh: Nofiyendri Sudiar.

SETIAP kali banjir besar melanda Aceh, Sumatera Utara, atau Sumatera Barat, publik dan media segera mencari jawaban cepat: hujan terlalu deras, tanah tak sanggup menahan air, sungai meluap. Kita seolah menemukan jawaban yang memuaskan, menempatkan cuaca ekstrem sebagai terdakwa utama.

Namun ada satu lapisan penyebab yang lebih fundamental dan lebih senyap - yang jarang disentuh dalam ruang redaksi maupun obrolan publik: hilangnya hutan--dan bersama itu, meningkatnya kontribusi terhadap pemanasan global serta potensi pemanasan laut.

Baca Juga:

Selama ini pembabatan hutan sering dipahami hanya sebagai pemicu longsor atau banjir-sebuah risiko lingkungan berskala lokal yang dampaknya langsung terasa.

Tetapi deforestasi jauh lebih besar dari urusan air yang mengalir deras; ia juga berimplikasi pada perubahan iklim global, perubahan suhu daratan dan laut, perusakan siklus karbon, dan terganggunya siklus kelembapan dan cuaca.

Menurut data resmi terbaru dari Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (Kemenhut), pemantauan tahun 2024 menunjukkan deforestasi netto Indonesia mencapai 175.400 hektar.

Bila disalurkan ke wilayah Pulau Sumatera-yang terdiri dari provinsi seperti Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, dan lainnya-data juga menunjukkan bahwa selama periode 2023-2024 saja, Sumatera kehilangan sekitar 222.000 ha hutan alam.

Angka-angka ini memberi gambaran betapa cepatnya deforestasi sedang berlangsung, terutama di kawasan yang rawan bencana seperti Aceh, Sumut, Sumbar, dan Riau.

Data khusus menyebut bahwa deforestasi netto di Riau pada 2024 saja mencapai sekitar 29.700 ha; disusul Aceh 11.200 ha, Sumut 7.000 ha, Sumbar 6.600 ha.

Deforestasi=Emisi Karbon, dan Hilangnya Pendingin Iklim

Hutan tropis--seperti yang kita miliki di Sumatera--bukan sekadar hutan hijau, melainkan "penyimpan karbon" yang penting. Ketika hutan ditebang atau dibabat, karbon yang selama bertahun-tahun tersimpan dalam pohon, akar, dan tanah dilepaskan kembali ke atmosfer sebagai CO₂, memperkuat efek rumah kaca.

Menurut kajian yang dikutip oleh media populer, faktor emisi dari deforestasi bisa berbeda-beda tergantung jenis hutan: misalnya versi konservatif menyebut bahwa hutan tropis bisa menyimpan sekitar 200-300 ton karbon per hektar - tergantung tipe dan kondisi.

Dengan demikian, hilangnya ribuan hektar hutan di Sumatera dalam waktu singkat berarti pelepasan karbon dalam skala besar - yang kemudian memperparah pemanasan global.

Lebih dari itu: hutan juga berfungsi sebagai pendingin alami bumi - melalui proses evapotranspirasi, menyerap panas, dan menciptakan kelembapan serta sirkulasi cuaca lokal.

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
beritaTerkait
Desa Tandihat Tidak Aman Lagi, Bupati Tapsel Ajak Warga Siap Relokasi
Uang Rp1 Miliar Raib! Klien Laporkan Pengacara ke Polda Sumut atas Dugaan Penipuan dan Penggelapan
Bupati Deli Serdang Resmikan Vihara Buddha Loka Sibolangit Jadi Daya Tarik Wisata Rohani
Bupati Tapteng Lantik Sekda dan Kadis Definitif: Momentum Untuk Terlahir Kembali, Tinggalkan Tiga Malas!
Wakil Ketua ICMI Aceh Hadiri Multaqa Ulama Internasional di Turki, Serukan Dukungan Global untuk Rehabilitasi Aceh Pasca-Bencana
Muslimat Aswaja Percut Sei Tuan Tegaskan Peran Perempuan dalam Pembentukan Karakter Generasi
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru