JATENG -Unjuk rasa yang digelar oleh kelompok Jateng Bergerak di depan kompleks Balai Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang, Jawa Tengah, berakhir dengan kekacauan dan sejumlah korban. Aksi protes ini mengklaim telah menimbulkan dampak yang signifikan, dengan laporan sementara menyebutkan bahwa 33 demonstran dirawat di rumah sakit, sementara puluhan lainnya ditangkap.
Kronologi Aksi Unjuk Rasa
Unjuk rasa dimulai dengan long march oleh massa aksi yang melintasi beberapa ruas jalan di Kota Semarang, termasuk Jalan Pahlawan di depan Kantor Gubernur dan DPRD Jawa Tengah. Pada awalnya, suasana tampak terkendali dengan kehadiran personel kepolisian yang bersiaga. Namun, situasi mulai memanas saat para demonstran menuju Jalan Pemuda dan melanjutkan aksi di depan Balai Kota serta DPRD Kota Semarang.
Hingga pukul 18.00 WIB, massa aksi masih bertahan dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan membubarkan diri. Sebagai respons, pihak kepolisian memutuskan untuk membubarkan demonstrasi dengan menggunakan water cannon dan gas air mata. Serangan ini menyebabkan kekacauan besar di lokasi unjuk rasa, dengan demonstran berusaha melarikan diri dari gas air mata yang menyebar.
Menghadapi situasi yang semakin memburuk, beberapa demonstran mencoba mencari perlindungan di gedung-gedung terdekat, termasuk Polux Paragon Mall. Dewi, seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri Walisongo yang terlibat dalam aksi tersebut, melaporkan bahwa gas air mata memasuki area parkir bawah tanah mall, yang memaksa pengunjuk rasa untuk bersembunyi di basement pusat perbelanjaan.
Di lokasi tersebut, lobi mall berubah menjadi pusat perawatan darurat bagi para korban. Ambulans terus-menerus datang dan pergi, mengevakuasi mereka yang mengalami sesak napas dan pingsan akibat gas air mata. Laporan terbaru menyebutkan bahwa 33 pengunjuk rasa dirawat di beberapa rumah sakit, termasuk Rumah Sakit Roemani, RSUP dr. Kariadi, dan Hermina, dengan beberapa di antaranya mengalami luka bocor di kepala dan gangguan pernapasan.
Selain perawatan medis, puluhan demonstran juga ditangkap selama aksi berlangsung. Data sementara menunjukkan bahwa 21 pelajar dan 6 mahasiswa termasuk di antara mereka yang ditangkap. Tim pendamping hukum melaporkan bahwa mereka menghadapi kesulitan dalam mendampingi para tahanan karena pengacara tidak diizinkan masuk ke ruang pemeriksaan.
Nasrul Saftiar Dongoran, salah satu pendamping hukum, mengkritik tindakan kepolisian yang dianggapnya melanggar hak-hak dasar pelajar yang masih di bawah umur. Ia menekankan bahwa pemeriksaan anak di bawah umur seharusnya tidak dilakukan pada malam hari dan harus didampingi oleh wali atau pengacara.
Kejadian Penangkapan Pelajar
Kejadian lainnya melibatkan seorang pelajar yang ditangkap saat sedang menonton aksi unjuk rasa. Menurut saksi, pelajar tersebut berusaha menghindari gas air mata dengan masuk ke gang pemukiman. Namun, ia kemudian ditangkap oleh polisi berpakaian sipil dan diduga mengalami kekerasan selama penangkapan.
Pernyataan Polisi
Menurut Komisaris Besar Artanto, Kabid Humas Polda Jawa Tengah, polisi telah berusaha melakukan pendekatan persuasif kepada para demonstran sebelum mengambil tindakan tegas. “Upaya persuasif yang kami sampaikan kepada demonstran tidak dihiraukan. Pimpinan mengambil suatu tindakan membubarkan massa dengan water cannon,” ujar Artanto.
Aksi unjuk rasa yang digelar oleh Jateng Bergerak berakhir dengan kerusuhan dan sejumlah korban yang signifikan. Penggunaan gas air mata dan tindakan keras oleh pihak kepolisian menyebabkan banyak demonstran mengalami sesak napas, pingsan, dan luka-luka. Proses hukum terhadap para demonstran yang ditangkap juga menjadi sorotan, dengan kritik terhadap penanganan hukum, terutama terhadap pelajar yang ditangkap. Kejadian ini menunjukkan ketegangan antara aparat keamanan dan masyarakat sipil dalam konteks protes politik yang berlangsung di Semarang.
(N/014)
Unjuk Rasa Jateng Bergerak di Semarang: 33 Demonstran Dirawat, Puluhan Ditangkap dalam Aksi Protes yang Dibubarkan Polisi