BALIGE – Harapan pengelola destinasi wisata Pantai Bulbul Balige pupus setelah permukaan air Danau Toba naik hingga 2,5 meter.
Dulu, Pantai Bulbul Balige dikenal sebagai lokasi wisata yang memiliki pantai pasir putih yang luas, namun kini pasir putih tersebut sudah tidak tampak lagi.
Pengelola wisata yang memiliki warung dan pondok di sekitar pantai terpaksa membentengi pinggiran danau dengan karung berisi pasir untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Beberapa pondok yang sebelumnya menjadi tempat peristirahatan pengunjung pun terpaksa ditutup karena air telah memasuki area tersebut, termasuk wahana bermain anak-anak yang kini terendam air.
Lambok Simangunsong (71), seorang pengelola sekaligus pemrakarsa pembukaan destinasi Pantai Bulbul Balige, mengenang sejarah singkat pantai tersebut.
Ia mengatakan, destinasi wisata ini pertama kali dibuka pada tahun 2016.
Sebagai putera daerah, Lambok telah mengenal kekayaan alam Danau Toba sejak kecil, yang kemudian menjadi mata pencaharian utama masyarakat sekitar.
"Pada awalnya, masyarakat sekitar hidup dari bertani dan menangkap ikan di Danau Toba.
Namun, ikan di danau mulai berkurang, sehingga saya dan warga lain berinisiatif untuk mengembangkan sektor pariwisata," ujar Lambok pada Kamis (27/2/2025).
Pada tahun 1972, Lambok merantau ke Jawa untuk mencari ilmu dalam mengelola destinasi wisata.
Ketika kembali ke kampung halaman pada 1983, ia menyadari bahwa sektor perikanan sudah tidak memberikan hasil yang baik lagi.
Oleh karena itu, sektor pariwisata menjadi alternatif yang dilirik untuk mengubah kehidupan masyarakat sekitar.
Di bawah kepemimpinan Bupati Toba pertama, Sahal Tampubolon, panjang pantai dibuka sepanjang 100 meter, dan pada masa kepemimpinan Bupati Monang Sitorus, panjang pantai diperpanjang menjadi 200 meter.
Seiring dengan bertambahnya panjang pantai, pengelola wisata berharap sektor ini dapat menjadi andalan bagi perekonomian masyarakat.
Namun, kini impian itu terancam musnah setelah kenaikan permukaan air Danau Toba yang cukup signifikan.
Pantai yang dulunya menjadi andalan wisata kini terendam, membuat pengelola wisata merugi.
Bahkan, pendapatan harian yang sebelumnya bisa mencapai Rp 200 ribu kini hampir tidak ada sama sekali.
"Setelah berkembang, kini permukaan air Danau Toba naik 2,5 meter, yang membuat kami merugi besar.
Pondok-pondok kami sepi pengunjung, dan semua harapan kami untuk pariwisata di kawasan ini hampir pupus," ujar Lambok dengan nada penuh keprihatinan.
Meski begitu, Lambok dan masyarakat setempat berharap agar ada solusi untuk mengatasi kenaikan permukaan air danau, sehingga sektor pariwisata dapat kembali berkembang dan memberikan harapan baru bagi masyarakat sekitar.