BANTEN – Kholid dan Heri Amri Fasa, dua nelayan asal Banten, kini menjadi sorotan publik setelah vocal menyuarakan isu pagar laut di Tangerang. Keduanya secara tegas membantah klaim Jaringan Rakyat Pantura (JRP) yang menyatakan bahwa proyek pagar laut tersebut dibangun secara swadaya oleh nelayan setempat. Kholid, nelayan dari Desa Kronjo, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, menarik perhatian sebagai narasumber di berbagai media nasional, termasuk acara Indonesia Lawyers Club (ILC).
Ia mengungkapkan, “Saya ini dibesarkan dari hasil perikanan dan pertanian oleh orang tua saya. Karena bapak saya nelayan, saya mewarisi pekerjaan itu.” Sementara itu, Heri berasal dari Kabupaten Serang dan berprofesi sebagai pembudidaya rumput laut. Kedua nelayan ini menggantungkan hidup mereka dari hasil melaut dan berusaha melindungi akses kerja mereka dari proyek-proyek yang dinilai merugikan.
Sejak awal, Kholid dan Heri aktif mengurus permasalahan pagar laut tersebut. Mereka berdua mendampingi Ombudsman RI saat melakukan inspeksi mendadak di Pulau Cangkir pada Desember 2024. Kholid mengungkapkan bahwa pihak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten mengakui bahwa pemagaran tersebut dilakukan tanpa izin.
“Dari DKP mengatakan, kami hanya bisa melaporkan. Pada waktu itu saya tidak tahu melaporkan ke mana,” kata Kholid dalam wawancara dengan tvOneNews. Kholid dan Heri sepakat menyebut pagar laut di Tangerang sebagai bagian dari proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk (PIK). Dalam wawancara yang sama, Kholid menyinggung keterlibatan Sugianto Kusuma alias Aguan, pendiri Agung Sedayu Group, dalam proyek tersebut.
Heri juga menyatakan bahwa informasi tentang proyek pagar laut yang terkait dengan Agung Sedayu diperoleh dari para pekerja yang ditemuinya. “Kita tanya ke nelayan-nelayan, ini pagar apa, siapa yang pasang? Ini kata pekerjanya untuk Agung Sedayu,” ujar Heri.
Kedua nelayan ini tidak hanya menghadapi masalah dengan pagar laut, tetapi sebelumnya juga pernah mengajukan gugatan terhadap PIK 1 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang dikabulkan pada 2016. Namun, kini mereka kembali dihadapkan pada permasalahan serupa.
Sementara itu, pihak kuasa hukum PSN PIK 2, Muannas Alaidid, membantah keterlibatan pengembang dalam pembangunan pagar laut, serta menegaskan bahwa proyek pagar tersebut dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat. “Akuan tidak ada kaitan sama sekali dengan pengembang, karena lokasi pagar tidak berada di wilayah PSN maupun PIK 2,” katanya.
(chirtsie)
Dua Nelayan Banten Soroti Kasus Pagar Laut di Tangerang