JAKARTA -Praktek korupsi besar-besaran di Indonesia kini semakin mengkhawatirkan.
Banyak kasus korupsi yang terungkap saat ini melibatkan persekongkolan antara para pemangku kebijakan, anggota legislatif, aparat penegak hukum, pengusaha, serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang seharusnya berperan dalam pemberantasan korupsi.
Korupsi telah berkembang menjadi kejahatan terorganisir yang merugikan keuangan negara dalam jumlah yang sangat fantastis.
Meskipun Kejaksaan Agung (Kejagung) semakin intensif dalam mengungkap kasus mega korupsi, ancaman perlawanan dari para koruptor semakin nyata.
Salah satunya adalah dugaan adanya gerombolan koruptor yang bekerja sama dengan makelar kasus dan pelaku bisnis ilegal, seperti mafia migas, untuk menggagalkan proses hukum yang sedang dilakukan Kejagung.
Pemerhati Intelijen, Sri Radjasa, mengungkapkan bahwa serangan balik tersebut termasuk upaya melaporkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Laporan ini diduga sebagai langkah untuk menciptakan kegaduhan dan perpecahan antar institusi penegak hukum.
"Laporan tersebut terkesan difabrikasi karena terkait dengan kasus lama, namun muncul bersamaan dengan terungkapnya kasus besar korupsi Pertamina," ujar Sri Radjasa di Jakarta, Selasa 18 Maret 2024. .
Sri Radjasa juga menekankan bahwa laporan tersebut berpotensi menjadi upaya adu domba antara penegak hukum, yang jika tidak diatasi dapat memperburuk situasi.
Menurutnya, hal ini merupakan bagian dari upaya untuk menghalangi penegakan hukum terhadap para pelaku korupsi, yang dikenal sebagai obstruction of justice.
Selain itu, Sri Radjasa juga mengungkapkan keterlibatan makelar kasus yang diduga terlibat dalam sejumlah kasus besar sebelumnya, seperti kasus Anggodo dan penguasaan tambang PT Batuah Energi Prima.