BREAKING NEWS
Sabtu, 06 September 2025

Shohibul: Dekolonisasi Pemikiran dan Rekonstruksi Asketisme Intelektual, Tantangan Besar Dunia Kampus dan Bangsa

Abyadi Siregar - Rabu, 04 Juni 2025 17:38 WIB
Shohibul: Dekolonisasi Pemikiran dan Rekonstruksi Asketisme Intelektual, Tantangan Besar Dunia Kampus dan Bangsa
Shohibul Anshor Siregar
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

MEDAN – Dalam rangka menegaskan pentingnya dekolonisasi pemikiran sebagai fondasi pembebasan bangsa Indonesia, masyarakat intelektual negeri ini diajak untuk merefleksikan kembali posisi dan peran intelektual Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan kolonialisme epistemik yang masih berlangsung.

Ajakan tersebut disampaikan Shohibul Anshor Siregar, dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) dalam diskusi "Dekolonisasi Pemikiran" digelar Komunitas Pencinta Ilmu Pengetahuan dan Intelektual (Kopipahit) di Kampus UINSU Medan, Rabu (4/6/2025).

Diskusi tersebut juga menghadirkan mantan Rektor UINSU, Prof. Dr. H. Syahrin Harahap, MA, yang mengangkat topik "Kemewahan Intelektual. Menurut Shohibul, Indonesia menderita sindrom inlanderitas akibat penjajahan yang berlangsung cukup lama, yakni lebih dari tiga abad oleh enam bangsa asing.

Baca Juga:

Dampaknya, tidak hanya pada kemiskinan dan ketertinggalan ekonomi, tetapi juga mentalitas inferior yang membuat kita sulit maju secara mandiri. "Elit kita pun kerap terjebak pada mentalitas komprador, yang lebih mengutamakan posisi dan kepentingan asing daripada rakyat sendiri," tegas Shohibul yang juga Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (nBASIS).

Shohibul menggarisbawahi bahwa kekerasan struktural dan kekerasan budaya terus memperpanjang kolonialisme dalam bentuk yang lebih halus dan sistemik. "Bahkan rumusan kebijakan makroekonomi Indonesia, banyak gagal karena ketergantungan dan kegagalan membebaskan diri dari jeratan kolonialisme intelektual.

Baca Juga:

Lebih jauh Shohibul Anshor Siregar menekankan perlunya rekonstruksi asketisme intelektual sebagai upaya membangun keberanian berpikir yang bebas dan berintegritas.

"Tokoh seperti Sutan Sjahrir dan Tan Malaka di masa lalu, dan Rocky Gerung serta Dr Rismon Hasiholan Sianipar saat ini, menunjukkan bagaimana intelektual yang konsisten dan berani bisa menjadi teladan bagi bangsa," jelasnya.

Shohibul juga mengingatkan pentingnya menempatkan tokoh-tokoh besar bangsa seperti H.O.S. Tjokroaminoto, Soekarno, Mohammad Hatta, Agus Salim, dan Mohammad Natsir yang berperan di dalam maupun di luar kekuasaan, sebagai contoh bahwa pembebasan pemikiran tidak harus menjauh dari arena politik.

Dalam konteks modern, ia menyebut figur seperti Anies Rasyid Baswedan sebagai contoh tokoh publik yang meski terlibat dalam kekuasaan, tetap memperjuangkan nilai-nilai intelektual dan kemanusiaan.

Shohibul Anhsor juga mengkritisi kondisi kampus sebagai pusat intelektual bangsa. "Kampus-kampus kita saat ini terbelenggu oleh birokrasi yang kaku dan standar internasional yang sebenarnya berpotensi menjadi alat kolonialisme baru, seperti Scopus. Banyak akademisi terjebak dalam budaya kuantitas publikasi yang mengejar indeks dan angka. Bukan makna dan relevansi sosial," katanya.

Ia menambahkan, "Ini adalah jebakan yang harus kita waspadai agar kampus kembali menjadi ruang merdeka berpikir. Bukan mesin birokrasi yang melanggengkan penjajahan intelektual," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Dr. H. Syahrin Harahap, MA menyatakan, kemewahan sejati seorang intelektual bukan terletak pada gelar atau penghargaan, melainkan pada keberanian untuk berpikir secara bebas dan kritis, meskipun menghadapi tekanan dan risiko.

Diskusi ini menjadi bagian dari upaya komunitas Kopipahit, dalam menghidupkan kembali tradisi intelektual yang kritis dan berdaya, sebagai bagian dari gerakan dekolonisasi yang lebih luas.*

Editor
: Redaksi
0 komentar
Tags
beritaTerkait
Regionalisme Elitis di ASEAN Berimplikasi Signifikan Bagi Masyarakat Sipil
Pagi Ini, Diskusi Bulanan LHKP Muhammadiyah Sumut Angkat Tema Politik Kepartaian
Mandat Imperatif Absen, Wakil Rakyat Jadi Alat Oligarki
Shohibul Anshor Siregar: Medan 435 Tahun, Demokrasi Tanpa Gigi dan Pengkhianatan Konstitusi
Pengamat: OTT di Sumut Pertanda Erosi Pengaruh Kekuasaan Jokowi
Shohibul Anshor Siregar: Penunjukan Prabowo di PSSI Pertanda Suram Masa Depan Sepak Bola Indonesia
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru