Sejumlah anggota DPR, DPD, dan MPR menunggu upacara pelantikan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2024). (foto: Dhemas Reviyanto/Antara)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
JAKARTA – Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Heroik Mutaqin Pratama, menyoroti minimnya transparansi dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 setelah terungkap bahwa 211 dari 580 anggota DPR RI terpilih tidak mencantumkan latar belakang pendidikan dalam dokumen pendaftaran mereka ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Temuan tersebut tercantum dalam laporan Statistik Politik 2024 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), dan memicu kritik dari kalangan masyarakat sipil yang mendorong keterbukaan informasi sebagai prinsip dasar demokrasi."Kami melihat hal ini tidak terlepas dari situasi di mana saat pemilu, KPU memberlakukan opsi bagi calon anggota legislatif untuk bersedia membuka atau menutup CV-nya," kata Heroik dalam keterangannya, Sabtu (20/9/2025).
Menurut Heroik, daftar riwayat hidup, termasuk latar belakang pendidikan, adalah informasi fundamental yang seharusnya dibuka ke publik. Informasi ini memungkinkan pemilih untuk menilai secara objektif kapabilitas dan kredibilitas calon wakil rakyat.
"Hal ini tentunya bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu," tegasnya.Heroik menilai, opsi untuk menyembunyikan data pendidikan menciptakan ruang abu-abu yang dapat disalahgunakan.
Ia juga mendesak KPU untuk memperbaiki kebijakan teknis di masa mendatang agar informasi personal mendasar seperti pendidikan wajib dibuka ke publik.Sementara itu, Komisioner KPU RI Idham Holik merespons laporan BPS tersebut dengan mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan verifikasi ulang terhadap data-data tersebut.
"Karena ini persoalan data terinci, maka saya cek terlebih dahulu agar data yang disampaikan terverifikasi," ujar Idham, Jumat (19/9/2025).Ia belum memberikan penjelasan lebih lanjut apakah KPU akan membuka kembali dokumen riwayat hidup para caleg terpilih yang saat ini tertutup untuk publik.
Peristiwa ini kembali membuka perdebatan soal pentingnya revisi regulasi teknis dalam pemilu, termasuk peninjauan ulang terhadap Peraturan KPU (PKPU) yang memberi celah bagi calon untuk menyembunyikan data pribadi yang relevan dengan kapasitas mereka sebagai pejabat publik.Sejumlah pengamat politik juga menyuarakan pentingnya pendidikanpolitik bagi masyarakat agar pemilih semakin kritis terhadap rekam jejak calon legislatif, tidak hanya dari aspek popularitas atau partai pengusung.*