JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi yang meminta agar syarat pendidikan minimal calon presiden (capres), calon wakil presiden (cawapres), calon anggota legislatif (caleg), dan calon kepala daerah (cakada) diubah menjadi minimal lulusan sarjana strata satu (S-1).
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Jakarta, Senin (29/9)."Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," tegas Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 154/PUU-XXIII/2025.
Permohonan ini diajukan oleh Hanter Oriko Siregar, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nasional, yang menguji beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Ia menilai bahwa standar pendidikan minimal untuk mencalonkan diri dalam pemilihan umum sebaiknya disetarakan dengan gelar sarjana.
Dalam pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menyatakan bahwa isu syarat pendidikan bagi capres dan cawapres sebenarnya sudah pernah dibahas dalam Putusan Nomor 87/PUU-XXIII/2025, yang juga diajukan oleh pemohon yang sama.MK menegaskan bahwa syarat pendidikan tersebut merupakan kebijakan hukum terbuka yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan pemerintah.
"Mahkamah belum memiliki alasan yang mendasar untuk mengubah pendirian tersebut," ujar Ridwan.Lebih lanjut, MK juga menyatakan bahwa ketentuan mengenai syarat pendidikan minimal untuk caleg dan cakada yang diatur dalam pasal-pasal yang diuji materi pun merupakan bagian dari kebijakan hukum terbuka yang sama.
Oleh karenanya, standar minimal pendidikan tamat sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat masih berlaku.MK menegaskan bahwa pasal-pasal yang dipersoalkan tidak membatasi kesempatan warga negara berpendidikan tinggi untuk maju sebagai calon.
Justru, jika syarat pendidikan dinaikkan menjadi minimal S-1, hal itu dianggap dapat mempersempit peluang dan membatasi hak warga negara untuk mencalonkan diri atau dicalonkan oleh partai politik.