Pertamina Patra Niaga menyalurkan produk bahan bakar bioavtur atau Sustainable Aviation Fuel (SAF) ke Pesawat CN235-220 FTB (Flying Test Bed) milik PT Dirgantara Indonesia. (foto: gmf aeroasia)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
JAKARTA — Pemerintah tengah mendorong implementasi bioavtur dari minyak jelantah sebagai bagian dari langkah menuju energi ramah lingkungan dalam sektor penerbangan.
Namun, di balik potensi keberlanjutannya, pengamat penerbangan Gatot Rahardjo menyebut bahwa penggunaan bioavtur ini memiliki tantangan besar, terutama dalam hal harga dan ketersediaan produksi.
"Kalau sudah menjadi bioavtur, itu sudah aman digunakan. Tapi masalahnya adalah harganya yang masih mahal dan jumlah produksinya terbatas. Kalau harga bioavturnya mahal dan jumlahnya terbatas, tentu saja ini tidak worth it bagi maskapai," kata Gatot, Selasa (17/6).
"Kalau maskapai pakai bioavtur saat ini, tentu akan rugi bahkan bisa bangkrut. Jadi harus dipastikan dulu maskapai tidak rugi, terutama terkait harganya harus setara dengan avtur biasa, produksinya kontinyu, dan distribusinya merata di seluruh Indonesia," ujarnya.
Gatot mengungkapkan bahwa Singapura saat ini menjadi salah satu negara produsen bioavtur dari minyak jelantah, dengan bahan baku justru berasal dari Indonesia.
Bioavtur tersebut diekspor ke Amerika Serikat. Kondisi ini memperlihatkan kelemahan tata kelola jelantah dalam negeri.
"Potensi produksi bioavtur dari minyak jelantah di Indonesia sangat besar karena kita banyak menghasilkan jelantah, tapi selama ini belum dikumpulkan secara sistematis. Ironisnya, yang sudah terkumpul malah diekspor," jelas Gatot.
Ia menilai ini adalah momentum bagi pemerintah untuk mengatur tata kelola minyak jelantah, agar bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan nasional, bukan dikirim ke luar negeri.
Sebagai bagian dari komitmen mitigasi perubahan iklim, pemerintah menargetkan penggunaan campuran 5 persen bioavtur (Sustainable Aviation Fuel/SAF) pada tahun 2025.
Target tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 8 Tahun 2023.