BREAKING NEWS
Kamis, 11 September 2025

Menelusuri Sejarah Ogoh-Ogoh dalam Perayaan Nyepi di Bali

Adelia Syafitri - Kamis, 24 April 2025 08:31 WIB
Menelusuri Sejarah Ogoh-Ogoh dalam Perayaan Nyepi di Bali
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

BITVONLINE.COM -Pada perayaan Hari Raya Nyepi, pawai ogoh-ogoh akan selalu menjadi pusat perhatian masyarakat Bali dan wisatawan.

Tradisi yang identik dengan patung-patung raksasa berwajah menyeramkan ini tidak hanya menjadi ajang kreativitas seni, tetapi juga sarat dengan makna spiritual dan simbolik yang mengakar kuat dalam budaya Hindu Bali.

Baca Juga:

Ogoh-ogoh merupakan representasi Bhuta Kala, simbol kekuatan destruktif alam dan waktu yang dalam ajaran Hindu Dharma harus dinetralisir untuk menciptakan keharmonisan.

Patung-patung ini diarak keliling desa pada malam sebelum Nyepi, dalam ritual yang dikenal sebagai ngerupuk.

Baca Juga:

Puncaknya, ogoh-ogoh dibakar sebagai bentuk penyucian dan penyeimbangan energi alam semesta.

Secara historis, istilah "ogoh-ogoh" berasal dari kata "ogah-ogah" dalam bahasa Bali, yang berarti sesuatu yang digoyang-goyangkan, merujuk pada cara patung ini diarak.

Sejumlah sumber menyebut ogoh-ogoh telah dikenal sejak masa pemerintahan Dalem Balikang dan digunakan dalam upacara pitra yadnya.

Ada pula yang melacak akarnya pada tradisi Ngusaba Ngong-Nging di Desa Selat, Karangasem.

Kemunculan ogoh-ogoh dalam bentuk seperti saat ini mulai populer pada era 1970-an hingga 1980-an.

Kala itu, para seniman patung di Bali mulai beralih dari bahan keras ke bahan ringan seperti bambu, kertas, dan bahan daur ulang, guna menciptakan karya-karya besar yang mudah diarak.

Seiring penetapan Nyepi sebagai hari libur nasional pada tahun 1983, tradisi ogoh-ogoh semakin berkembang dan menjadi bagian integral dari perayaan Nyepi.

Kini, ogoh-ogoh tak hanya menggambarkan sosok Bhuta Kala atau makhluk mitologis seperti naga dan raksasa, tetapi juga mencerminkan fenomena sosial, politik, bahkan kritik terhadap tokoh publik.

Hal ini menjadikan ogoh-ogoh sebagai media ekspresi budaya yang dinamis, sekaligus sarana edukasi bagi generasi muda.

Tradisi ogoh-ogoh bukan sekadar tontonan, melainkan perwujudan nilai-nilai spiritual, solidaritas, dan pelestarian kearifan lokal.

Lewat kreativitas dan kekompakan komunitas, masyarakat Bali terus menghidupkan warisan budaya ini, menjadikannya simbol identitas dan kebanggaan budaya yang mendunia.*

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
beritaTerkait
Rumah Budaya Indonesia Jadi Pusat Diplomasi Kebudayaan di Australia Lewat Pesta Rakyat 2025
Promo Terbatas! Begini Cara Klaim Voucher Tiket Bioskop Gratis dari Kementerian Kebudayaan untuk Meriahkan 17 Agustus 2025
Walikota Denpasar Hadiri Upacara Mlaspas dan Piodalan di Banjar Batanbuah, Sinergi TNI-Polri Jaga Keamanan dan Kelancaran Acara Adat
Festival Bedhayan 2025: Pelestarian dan Pengembangan Kreasi Tari Bedhaya sebagai Warisan Budaya Nusantara
Hari Kebudayaan Nasional 17 Oktober Dinilai Simbolik, Akademisi Unair: Perlu Kajian dan Konsensus
Babinsa Mendoyo Ngayah Jelang Ngaben, Pererat Harmoni TNI dan Masyarakat Adat
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru