Tanda-tanda berkabung seperti bendera setengah tiang dan tanda kuning pada kendaraan militer Belanda pasca-penyergapan menjadi bukti tak tertulis bahwa sosok penting telah gugur dalam peristiwa itu.
Setelah kejadian di Aek Horsik, pasukan Belanda melancarkan serangan balasan besar-besaran ke wilayah Sipirok. Letnan Sahala Muda Pakpahan menjadi target utama. Dengan dukungan udara dari pesawat capung dan aksi brutal yang menyasar warga sipil, pasukan Belanda berusaha menghancurkan jaringan gerilya AGS.
Rakyat Sipirok menjadi korban dari pencarian membabi buta tersebut. Banyak pria dewasa dibunuh di tempat karena dicurigai sebagai pejuang. Rumah-rumah digeledah, dan siapa pun yang dianggap dekat dengan gerilyawan menjadi sasaran kekerasan.
Hanya beberapa bulan setelahnya, melalui Konferensi Meja Bundar (KMB), Belanda akhirnya menyepakati penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia pada 30 Desember 1949.