RUKO MEWAH - Salah satu pembangunan ruko mewah di lahan HGU yang akan menjadi kawasan Kota Deli Megapolitan yang dijual dengan harga miliaran rupiah per unit.
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
Namun, sesuai temuan BPK RI, tiga perusahaan PUP yang dibentuk bersama, yakni PT DMKR, PT DMKB, PT DMKI tidak memiliki dokumen RKT. BPK sendiri telah meminta dokumen RKT tersebut. Namun sampai akhir pemeriksaan tim BPK pada 29 Desember 2023, PTPN dan PT CKPSN tidak bisa menyerahkan dokumen RKT.
Ironisnya, kepada tim BPK, General Manager (GM) PT DMKR menginformasikan bahwa RKT belum disusun karena proyek masih proses pembersihan lahan. Pernyataan GM PT DMKR itu bohong. Sebab, faktanya, salah satu kawasan residensial di wilayah Helvetia sudah dibangun. Bahkan PT DMKR sudah menerima pendapatan atas penjualan property.
"Sesuai temuan BPK, hal inilah yang membuat PTPN-II berpotensi mengalami kerugian. Karena penjualan properti Helvetia tidak didukung dokumen RKT, maka akibatnya PTPN II tidak mengetahui rincian perkiraan pendapatan, luas alokasi penyediaan lahan, dan lain sebagainya," jelas Abyadi Siregar.
Selain mengatur soal kewajiban menyusun dokumen RKT, perjanjian MCA juga mengatur kewajiban masing-masing PUP menyampaikan laporan berkala pada tanggal 10 setiap bulan kepada PTPN II dan PT CKPSN. Isi laporannya adalah hasil penjualan produk real estat dari masing-masing PUP.
Namun, sesuai temuan BPK, PTPN II dan PT Nusa Dua Propertindo (NDP) selaku anak perusahaan PTPN-II, tidak pernah mendapatkan laporan berkala dari PT DMKR selaku Perusahaan Usaha Patungan.
Padahal, laporan berkala akan digunakan PTPN-II dan PT CKPSN sebagai dasar untuk memperhitungkan jumlah Pendapatan atas Pemanfaatan Lahan Wilayah (PPLWH) HGU, yang akan diterima oleh PTPN-II dan/atau PT NDP dari hasil penjualan produk real estat.
Tahun 2021 s.d. 2023, PT DMKR sudah menjual properti di Helvetia dan Bangun Sari. Dari hasil penjualan tersebut, PT NDP sudah menerima PPLWH dan Beban atas Pemanfaatan Lahan Wilayah HGU (BPLWH). Namun pembagian tersebut tidak didukung dengan laporan berkala.
BPK sendiri telah meminta dokumen laporan berkala tersebut. Namun sampai dengan pemeriksaan lapangan berakhir pada 29 Desember 2023, dokumen laporan berkala tersebut tidak pernah diserahkan.
Atas dasar temuan BPK itulah, sehingga Abyadi Siregar mendesak pentingnya KPK atau kejaksaan dan kepolisian melakukan pengusutan. Mantan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut itu bahkan menduga menduga ada persekongkolan jahat dalam kerjasama ini, sehingga berpotensi merugikan PTPN sebagai perusahaan BUMN.
"Karena itu, ini harus dihentikan dengan turunnya KPK atau kejaksaan dan kepolisian melakukan pengusutan," tegas Abyadi Siregar.*