BREAKING NEWS
Selasa, 02 September 2025

Rusuh yang Didesain: Sampai Kapan Geng Solo Dibiarkan Mengacau Negeri?

Redaksi - Selasa, 02 September 2025 10:36 WIB
Rusuh yang Didesain: Sampai Kapan Geng Solo Dibiarkan Mengacau Negeri?
ilustrasi (foto : kmprn)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Oleh: Edy Mulyadi

Baca Juga:

Ledakan aksi protes 25 & 28 Agustus silam menandai babak baru ketegangan politik. Tuntutan agar Presiden Prabowo mundur terdengar keras di jalanan. Publik diguncang oleh video dramatis seorang pengemudi ojek online dilindas mobil barakuda Brimob. Affan Kurniawan, tulang punggung keluarga itu, tewas. Simpati ke rakyat membuncah. Teriakan "Turunkan Prabowo" pun makin lantang.

Banyak pihak awalnya menduga, bahkan meyakini, Jokowi dan lingkarannya ada di balik skenario ini. Sejumlah indikasi sudah lama tercium. Kader PSI berkali-kali melontarkan narasi menuntut Prabowo turun. Laskar cinta Jokowi pun ikut menyuarakan nada sama. Mereka menyebut Prabowo gagal menjaga keamanan negara dan sebaiknya mundur. Seolah semua kepingan puzzle ini tersusun rapi.

Baca Juga:

Di titik inilah publik mulai melihat pola. Kerusuhan bukanlah kejutan. Rusuh adalah outcome yang memang ditunggu oleh Geng Solo. Aksi massa dibiarkan liar, aparat digiring bertindak represif, lalu korban berjatuhan. Hasilnya? Legitimasi Prabowo tergerus. Narasi kegagalan kepemimpinan dibangun sistematis. Rezim lama yang enggan melepaskan cengkeraman kekuasaan sedang memainkan skenario busuk.

Di tengah duka dan marah itu, Laskar cinta Jokowi muncul. Mereka menuntut Prabowo mundur. Alasannya, dia gagal menjaga keselamatan rakyat. Sekilas tampak heroik. Tapi publik yang kritis pasti bertanya: kenapa tuntutan serupa tak pernah keluar saat tragedi jauh lebih dahsyat menimpa rakyat di era Jokowi?

Masih ingat tragedi Kanjuruhan, 1 Oktober 2022? Lebih dari 130 nyawa melayang, mayoritas anak muda. Gas air mata yang secara brutal ditembakkan polisi ke tribun dan pintu stadion dikunci jadi penyebab. Apakah waktu itu ada seruan lantang agar Jokowi mundur? Tidak ada. Justru narasi "jangan politisasi tragedi Kanjuruhan" yang digaungkan.

Belum lagi konflik agraria yang tak henti diproduksi. Dari Rempang, PIK 2, Morowali, Konawe, sampai Wadas. Rakyat dipukul, diusir, ditahan. Bahkan ada yang meregang nyawa demi mempertahankan sepetak tanah leluhurnya. Semua itu terjadi di masa Jokowi. Apakah Laskar cinta Jokowi atau gerombolan sejenis lain penyembahnya berteriak menyalahkan presiden? Apakah mereka menuntut Jokowi mundur? Lagi-lagi, tidak.

Inilah standar ganda Geng Solo. Kini kian terpampang jelas. Korban yang jumlahnya beratus kali lipat di masa Jokowi dianggap tak mengapa. Mungkin cuma dihitung sebagai angka statistik. Sebaliknya korban di masa Prabowo dijadikan senjata politik. Padahal akar persoalannya sama: kultur aparat yang brutal, negara yang tunduk pada oligarki, serta kebijakan pembangunan yang menyingkirkan rakyat kecil. Bedanya, kini tragedi dijadikan pintu masuk untuk melemahkan Prabowo.

Gorengan Politik

Tidak bisa dipungkiri, kerusuhan di penghujung Agustus ini memang memberi keuntungan politik bagi Geng Solo. Dengan adanya korban, narasi "Prabowo gagal" lebih mudah digoreng. Aksi yang panas memberi ruang bagi pihak yang sejak awal ingin delegitimasi. Maka wajar bila publik menduga ada skenario, bahkan pesanan, di balik eskalasi ini.

Editor
: Justin Nova
0 komentar
Tags
beritaTerkait
Amir Hamzah: Prabowo Berisiko Terjebak Skema Politik Geng Solo, Mirip Skenario Jatuhnya Orde Baru 1998
Cara Dapat Saldo DANA Gratis Rp271.000 Hari Ini, Cuma Modal HP!
Beras Bantal
Memerdekakan Diri dari Penjajahan Digital
TELAT MERDEKA
Gajah Banteng
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru