BREAKING NEWS
Selasa, 24 Juni 2025

Rupiah Melemah ke Rp16.492, Dolar AS Menguat Imbas Eskalasi Perang Timur Tengah dan Keterlibatan AS

Justin Nova - Selasa, 24 Juni 2025 09:29 WIB
51 view
Rupiah Melemah ke Rp16.492, Dolar AS Menguat Imbas Eskalasi Perang Timur Tengah dan Keterlibatan AS
ilustrasi (foto: harianjogja)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA -Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah pada perdagangan Senin, 23 Juni 2025, seiring dengan eskalasi konflik antara Iran dan Israel yang memicu kegelisahan pasar global.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 95,50 poin atau 0,58% ke level Rp16.492 per dolar AS, posisi terlemah dalam beberapa pekan terakhir.

Sementara itu, indeks dolar AS tercatat menguat 0,32% ke 99,02, didorong oleh meningkatnya permintaan terhadap aset safe haven menyusul kabar bahwa Amerika Serikat kini secara resmi terlibat dalam perang di Timur Tengah.

Baca Juga:

Tak hanya Indonesia, sebagian besar mata uang Asia pun mengalami tekanan. Yen Jepang terkoreksi 0,88%, won Korea melemah 0,83%, ringgit Malaysia merosot 0,81%, dan yuan China turun tipis sebesar 0,05%. Kuatnya tekanan terhadap mata uang regional menunjukkan bahwa kekhawatiran terhadap dampak konflik berskala global telah mempengaruhi sentimen pasar secara luas.

Pengamat Mata Uang dan Komoditas, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan bahwa penguatan dolar AS ini merupakan dampak langsung dari tensi geopolitik yang memuncak. Salah satu titik kritis dalam konflik ini adalah kemungkinan penutupan Selat Hormuz, jalur penting pengiriman minyak dan gas global.

Baca Juga:

"Blokade di selat tersebut akan sangat mengganggu pengiriman energi ke Asia dan Eropa. Ini bisa memicu krisis pasokan dan gangguan ekonomi yang lebih besar," kata Ibrahim dalam riset hariannya, Senin (23/6/2025).

Selat Hormuz merupakan penghubung utama antara negara-negara penghasil minyak di Teluk Persia dengan pasar global. Apabila jalur ini terganggu, harga minyak mentah berpotensi melonjak tajam, memperberat beban impor negara-negara yang tidak memproduksi minyak sendiri, termasuk Indonesia.

Ibrahim memperingatkan bahwa bagi Indonesia, kombinasi pelemahan rupiah dan lonjakan harga minyak dunia dapat menimbulkan dampak fiskal serius. Sebagai negara net importir minyak, Indonesia sangat rentan terhadap kenaikan harga minyak mentah dunia.

"Indonesia bukan lagi eksportir minyak bersih. Jadi, setiap kenaikan harga minyak mentah akan langsung berdampak pada biaya impor, tekanan neraca perdagangan, dan akhirnya akan memicu kenaikan harga BBM di dalam negeri," jelasnya.

Tekanan terhadap rupiah juga dapat membuat pemerintah kesulitan menahan harga subsidi energi, berisiko memicu inflasi dan berkurangnya daya beli masyarakat, terutama jika harga bahan bakar harus disesuaikan secara berkala mengikuti pasar global.

Pasar saat ini sangat sensitif terhadap perkembangan geopolitik. Dalam kondisi seperti ini, Bank Indonesia (BI) dituntut melakukan langkah-langkah stabilisasi lebih agresif, seperti intervensi pasar valas dan penyesuaian suku bunga, untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah.

Namun demikian, ruang kebijakan moneter juga terbatas, mengingat tekanan inflasi domestik dan ketidakpastian global yang masih tinggi. Menurut Ibrahim, BI perlu bersinergi dengan kebijakan fiskal dan penguatan cadangan energi untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak mentah.

Editor
: Justin Nova
Tags
beritaTerkait
IHSG Naik 1,7% ke 6.903, Ini Saham Top Gainers & Losers Hari Ini
Korea Utara Kutuk Serangan AS ke Iran, Sebut Langgar Kedaulatan dan Piagam PBB
Ancaman Penutupan Selat Hormuz, Pertamina Ubah Jalur Kapal Minyak Demi Jaga Pasokan
Ekonomi Indonesia di Ujung Krisis? Begini Efek Serangan AS ke Fasilitas Nuklir Iran
Iran Ancam Tutup Selat Hormuz, Ekspor Komoditas Indonesia Bisa Diuntungkan
Harga Emas Melonjak Dekati US$3.375 per Ons, Terangkat Ketegangan AS-Iran dan Pelemahan Dolar
komentar
beritaTerbaru