JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi memperketat pengawasan terhadap pemegang saham pengendali, direksi, dan dewan komisaris perusahaan kripto serta penyelenggara Inovasi Teknologi Sektor Keuangan dan Aset Keuangan Digital (IAKD).
Langkah ini diambil melalui penerbitan Peraturan OJK (POJK) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan serta Penilaian Kembali bagi Pihak Utama IAKD, yang akan berlaku mulai 1 Oktober 2025.
Menurut Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, aturan ini merupakan respons atas pesatnya pertumbuhan industri keuangan digital yang membutuhkan pengawasan lebih ketat terhadap kualitas dan integritas pengelolanya.
"Kebutuhan akan penguatan pengawasan terhadap pihak utama seperti pemegang saham pengendali, direksi, dan komisaris penyelenggara IAKD menjadi sangat penting guna menjaga kepercayaan masyarakat," ujar Ismail dalam keterangan resmi.
POJK ini mewajibkan seluruh pihak utama IAKD—termasuk perusahaan kripto—untuk melalui Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (PKK). Penilaian dilakukan atas aspek integritas, reputasi keuangan, kelayakan finansial, dan kompetensi.
Tak hanya itu, OJK juga dapat melakukan penilaian ulang (penilaian kembali) jika ditemukan indikasi pelanggaran etik, keuangan, atau profesionalisme di kemudian hari.
"Ketidakpatuhan dan pelanggaran oleh pihak utama bisa menimbulkan ketidakstabilan dan menggerus kepercayaan publik," tambah Ismail.
Implementasi UU P2SK
Penerbitan POJK ini juga merupakan bentuk pelaksanaan dari UU No. 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU P2SK), terutama Pasal 216 ayat (3) yang memberikan OJK kewenangan mengatur dan mengawasi penyelenggara IAKD secara ketat.
Ismail menegaskan bahwa regulasi ini tidak bertujuan menghambat inovasi, melainkan menjamin bahwa pertumbuhan sektor digital finansial di Indonesia tetap berada di jalur yang sehat, stabil, dan terpercaya.