BREAKING NEWS
Jumat, 24 Oktober 2025

Proyek Whoosh Dinilai Belum Efektif, INDEF Peringatkan Risiko keuangan Negara

Mutiara - Kamis, 23 Oktober 2025 17:40 WIB
Proyek Whoosh Dinilai Belum Efektif, INDEF Peringatkan Risiko keuangan Negara
Kereta cepat Woosh bakal jadi sarana pendukung transportasi pada Piala Dunia U-17 2023. (Foto: dok. PSSI)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA – Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eisha M. Rachbini, menilai proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh seharusnya menjadi simbol kemajuan dan konektivitas ekonomi baru Indonesia.

Namun, ia menilai realisasinya justru menghadapi tantangan serius terkait pembiayaan dan tata kelola proyek.

"Secara ideal, infrastruktur transportasi cepat antar kota merupakan simbol konektivitas baru. Modernisasi seperti ini seharusnya mendorong aktivitas ekonomi nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," ujar Eisha dalam keterangan resmi, Kamis (23/10/2025).

Baca Juga:

Namun, menurut Eisha, cita-cita tersebut akan sulit tercapai jika pembangunan dan pengelolaan proyek tidak dikelola secara profesional dan efisien.

"Ketika pengelolaannya gagal, maka beban utang yang seharusnya ditanggung secara business to business (B to B) berisiko beralih ke APBN, dan ini jelas menjadi masalah bagi fiskal negara," tegasnya.

Eisha menjelaskan, proyek KCJB sejak awal merupakan hasil kerja sama antara konsorsium BUMN Indonesia yang tergabung dalam Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan perusahaan-perusahaan perkeretaapian asal China.

Pendanaan proyek terdiri dari 75 persen pinjaman dari China Development Bank (CDB) dan 25 persen ekuitas konsorsium China.

"Nilai awal proyek diperkirakan sekitar 5 hingga 6 miliar dolar AS, dengan pinjaman jangka panjang sekitar 4,5 miliar dolar AS. Namun dalam perjalanannya, biaya membengkak menjadi 7,5 miliar dolar AS akibat cost overrun, kenaikan nilai tukar rupiah, dan dampak pandemi COVID-19," jelas Eisha.

Menurutnya, kenaikan biaya tersebut memperburuk posisi keuangan konsorsium dan menimbulkan tekanan pada PT Kereta Api Indonesia (Persero) selaku pemegang saham mayoritas.

Lebih lanjut, Eisha menyoroti perubahan skema pembiayaan yang semula berbasis B to B murni, namun kemudian melibatkan dukungan fiskal negara.

"Awalnya, Perpres 172/2015 menegaskan pendanaan proyek tanpa melibatkan APBN. Namun, pada 2021, dilakukan evaluasi yang membuka ruang bagi dukungan fiskal melalui APBN," ujarnya.

Pada 2023, pemerintah mengucurkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp2,3 triliun kepada PT KAI, yang digunakan sebagai jaminan pinjaman tambahan dari CDB.

Editor
: Redaksi
0 komentar
Tags
beritaTerkait
Indef Ragukan Data Kemiskinan BPS: Garis Kemiskinan Dinilai Tak Relevan dengan Kondisi Lapangan
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru