BREAKING NEWS
Minggu, 28 September 2025

Fenomena “Marriage Is Scary”, Ini Alasannya Gen Z Banyak Pilih Jomblo

Justin Nova - Sabtu, 13 September 2025 09:18 WIB
Fenomena “Marriage Is Scary”, Ini Alasannya Gen Z Banyak Pilih Jomblo
Ilustrasi Menikah. (foto: shutterstock/Mohammadridwan)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung
MEDAN – Bagi sebagian orang, pernikahan masih dibayangkan sebagai fase hidup yang penuh kebahagiaan. Namun, kenyataan tak selalu semanis angan.

Kompleksitas dalam kehidupan rumah tangga, dari ketidaksiapan mental, konflik emosi, hingga persoalan finansial, mendorong munculnya fenomena "marriage is scary", di mana pernikahan justru dipandang sebagai sesuatu yang menakutkan, terutama oleh generasi muda.

Hal itu turut berdampak pada tren penurunan angka pernikahan di Indonesia.

Baca Juga:
Berdasarkan data Kementerian Agama (Kemenag), jumlah pernikahan nasional terus menurun sejak 2019.

Pada tahun 2023, tercatat sebanyak 1.577.493 pernikahan, sementara pada 2024 angka itu menyusut menjadi 1.478.424.

"Ini tantangan bagi kita semua. Edukasi harus diberikan agar generasi muda memahami pernikahan secara benar," ujar Direktur Jenderal Bimas Islam Kemenag, Abu Rokhmad, dalam peringatan Milad ke-63 Wanita Islam di Jakarta, Rabu (10/9/2025), mewakili Menteri Agama Nasaruddin Umar.

Menurut sosiolog dan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU), Dr. Mustaghfiroh Rahayu, pernikahan bukan sekadar soal cinta atau formalitas sosial.

Ia menilai bahwa saat ini, banyak orang belum siap secara mental maupun emosional untuk menjalani kehidupan berumah tangga.

"Pernikahan yang asal-asalan itu kemudian menghasilkan generasi yang tidak sehat," tegas Mustaghfiroh, yang akrab disapa Ayu, Jumat (12/9/2025).

Ia menambahkan, dalam praktiknya, kehidupan pernikahan jauh lebih kompleks dari sekadar 'menghalalkan yang haram'.

Ketika kesiapan emosi, kemampuan berkomunikasi, dan kedewasaan mental tidak dimiliki, konflik mudah terjadi, mulai dari perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga perceraian.

Fenomena "marriage is scary" menjadi refleksi dari meningkatnya kesadaran masyarakat bahwa pernikahan bukan hanya soal pesta atau status sosial.

Namun, di sisi lain, ini juga bisa menjadi sinyal bahwa edukasi pernikahan belum tersampaikan secara utuh.

"Baik di level masyarakat perkotaan maupun pedesaan, menikah bukan sesuatu yang gampang," kata Ayu.

Ketakutan terhadap pernikahan ini juga berakar pada pengalaman generasi sebelumnya.

Banyak anak muda yang tumbuh di lingkungan keluarga tidak harmonis, sehingga membentuk persepsi negatif terhadap kehidupan berumah tangga.

Menanggapi penurunan angka pernikahan dan munculnya stigma negatif, Kementerian Agama memperkuat program Bimbingan Perkawinan bagi Calon Pengantin (Bimwin).

Program ini dirancang untuk memberikan pembekalan menyeluruh kepada pasangan muda yang akan menikah.

Materi yang diberikan mencakup keterampilan komunikasi dalam keluarga, pengelolaan keuangan rumah tangga, hingga manajemen konflik.

Tujuannya adalah membangun kesiapan bukan hanya secara ekonomi, tetapi juga emosional dan psikologis.

"Dengan persiapan yang baik, perkawinan akan menjadi perjalanan menyenangkan, bukan menakutkan," kata Abu Rokhmad.

Dalam konteks ini, penting untuk mengubah narasi sosial bahwa menikah harus cepat atau mengikuti tekanan lingkungan.

Psikolog dan pemerhati keluarga pun menyarankan agar generasi muda mengambil waktu untuk benar-benar mengenali diri sendiri, memahami pasangan, dan menyiapkan fondasi mental sebelum membentuk keluarga.

"Menikah bukan perlombaan. Ini soal kesiapan untuk berbagi hidup dengan orang lain dalam jangka panjang," tegas Ayu.

Pernikahan adalah salah satu institusi sosial tertua yang masih dijunjung tinggi dalam budaya Indonesia.

Namun, tanpa kesiapan yang matang, ia bisa berubah menjadi sumber persoalan baru.

Oleh karena itu, pemerintah bersama elemen masyarakat sipil perlu terus mendorong literasi pranikah yang kuat dan menyeluruh, bukan hanya demi kelangsungan rumah tangga individu, tapi juga demi masa depan generasi dan bangsa.*

(km/a008)

Editor
: Justin Nova
0 komentar
Tags
beritaTerkait
Dorong Pembangunan Strategis Daerah, Bupati Tapsel Temui Kepala Bappenas
Ketua Umum PP Muhammadiyah: Ilmu Tanpa Iman Hanya Melahirkan Kesombongan
Pemerintah Salurkan Rp200 Triliun ke 5 Bank Nasional, Ini Daftarnya!
Jusuf Kalla: Masalah Aceh Bukan Syariah, Tapi Ketidakadilan Ekonomi
KPK Periksa Sekjen Kemenag Nizar Ali Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji 2023–2024
Sebut Banyak Sarjana Kini Jadi Ojol, JK Ingatkan: Dunia Kerja Kini Lebih Berat, Jangan Jadi Beban Masyarakat
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru