MEDAN – Unit II Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sumatera Utara berhasil menggagalkan upaya pengiriman dua calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal ke Kamboja.
Penggagalan ini dilakukan di Terminal Keberangkatan Internasional Bandara Kualanamu pada Sabtu, 3 Mei 2025.
Pengungkapan kasus ini dilakukan setelah tim gabungan dari Polda Sumut, Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sumut, dan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan mendapatkan informasi terkait rencana pengiriman pekerja migran ilegal melalui jalur udara internasional.
Dari hasil interogasi, dua orang di antaranya mengaku akan bekerja sebagai pegawai rumah makan dan juru masak di Kamboja.
Sementara tiga orang lainnya, termasuk seorang anak, mengaku sebagai keluarga yang hendak berwisata.
"Setelah dilakukan pemeriksaan mendalam, dari keenam orang tersebut ternyata dua merupakan calon pekerja migran Indonesia ilegal," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut, Kombes Sumaryono, Minggu (4/5/2025).
Tersangka Chandra, pemilik rumah makan di Kamboja
Polisi menetapkan satu orang sebagai tersangka bernama Chandra, warga Kabupaten Serdang Bedagai, yang diduga sebagai pihak yang merekrut dan memberangkatkan calon PMI ilegal tersebut.
Ia mengaku sebagai pemilik rumah makan di Kamboja dan akan menampung para pekerja.
Kedua korban dijanjikan gaji antara Rp 6 juta hingga Rp 7 juta per bulan jika bersedia bekerja di luar negeri.
"Rencana keberangkatan mereka melalui jalur Medan–Singapura, lalu dilanjutkan ke Kamboja," jelas Sumaryono.
Dugaan praktik gelap judi online masih diselidiki
Meskipun pengakuan awal menyebutkan tujuan bekerja di rumah makan, pihak kepolisian masih mendalami kemungkinan adanya keterlibatan dalam jaringan judi online atau penipuan digital (scammer) yang kerap menyasar PMI di negara Asia Tenggara.
Atas perbuatannya, Chandra dijerat dengan Pasal 81 dan subsider Pasal 83 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp 15 miliar.
Kasus ini menambah daftar panjang upaya penyelundupan tenaga kerja ilegal ke luar negeri yang dilakukan dengan modus wisata hingga pekerjaan rumah tangga, yang kerap berujung pada praktik eksploitasi dan perdagangan manusia.*