JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap perkembangan terbaru kasus dugaan korupsi dana penunjang operasional dan program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah di Papua.
Total kerugian negara dalam perkara ini ditaksir mencapai Rp1,2 triliun.
"Perhitungan kerugian negara mencapai Rp1,2 triliun," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (11/6).
KPK juga memeriksa sejumlah saksi kunci, termasuk penyedia jasa penukaran valuta asing (money changer) di Jakarta berinisial WT.
Pemeriksaan terhadap saksi dilakukan untuk menelusuri aliran dana yang diduga berasal dari hasil korupsi, sebagai bagian dari upaya pemulihan aset (asset recovery).
Kasus ini merupakan pengembangan dari temuan awal KPK dalam perkara suap yang menjerat mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe.
KPK sebelumnya mengendus adanya penyelewengan dana operasional kepala daerah sejak 2019 hingga 2022, dengan besaran mencapai sekitar Rp1 triliun per tahun.
"Dana operasional yang bersangkutan itu rata-rata setiap tahun sekitar Rp1 triliunan, dan sebagian besar setelah kita telisik ternyata dibelanjakan untuk biaya makan dan minum," ungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi sebelumnya pada 27 Juni 2023.
Menurut Alex, penggunaan dana operasional dalam jumlah fantastis tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan menyalahi prinsip efisiensi serta akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
KPK menegaskan komitmennya untuk terus membongkar jaringan korupsi di Papua, terutama yang berkaitan dengan penyalahgunaan anggaran negara.