BREAKING NEWS
Senin, 18 Agustus 2025

Kejagung Siapkan 247 Sanksi Sosial untuk Kasus Pidana Ringan, Dorong Restorative Justice

Adelia Syafitri - Rabu, 25 Juni 2025 15:26 WIB
Kejagung Siapkan 247 Sanksi Sosial untuk Kasus Pidana Ringan, Dorong Restorative Justice
Pelaksana Tugas Wakil Jaksa Agung, Asep N. Mulyana. (foto: adhyaksafoto)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

BANDA ACEH – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia terus mendorong pendekatan restorative justice sebagai alternatif penyelesaian kasus-kasus pidana ringan yang marak terjadi di tengah masyarakat.

Salah satu terobosan terbaru yang disiapkan adalah pemberlakuan 247 bentuk sanksi sosial bagi para pelaku, sebagai pengganti sanksi pidana konvensional.

Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas Wakil Jaksa Agung, Asep N. Mulyana, saat menjadi pembicara dalam seminar nasional bertema penegakan hukum humanis yang digelar di UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Rabu (25/6/2025).

Baca Juga:

"Kami di Jampidum sudah mengembangkan berbagai pendekatan penyelesaian sengketa kecil di masyarakat. Misalnya hanya karena buah mangga jatuh ke pekarangan sebelah, lalu terjadi percekcokan. Itu bisa kami damaikan," ujar Asep.

Namun, ia menegaskan bahwa pendekatan damai bukan berarti pelaku bebas sepenuhnya dari konsekuensi.

Baca Juga:

Dalam beberapa kasus ringan yang melibatkan kekerasan fisik atau perilaku tidak patut, pelaku tetap harus menjalani sanksi sosial sebagai bentuk pertanggungjawaban.

"Misalnya, karena emosi lalu memukul tetangga, maka ada sanksi sosialnya. Kami tidak hanya berdamai lalu selesai," jelasnya.

Menurut Asep, saat ini Kejagung telah menyusun 247 jenis sanksi sosial yang dapat diterapkan sesuai dengan konteks pelanggaran dan latar belakang pelaku.

Beberapa bentuk sanksi tersebut mencakup aktivitas sosial, pengabdian masyarakat, hingga kegiatan berbasis pendidikan.

Ia mencontohkan kasus seorang mahasiswa di Bali yang melakukan pelanggaran ringan.

Karena memiliki latar belakang pendidikan agama, mahasiswa tersebut diberikan sanksi mengajar ngaji selama tiga hari kepada anak-anak di lingkungan tempat tinggalnya.

"Ini bukan semata hukuman, tapi juga pendidikan dan rehabilitasi sosial," tegas Asep.

Dalam contoh lain, Asep mengungkapkan bagaimana dua perempuan yang terlibat perkelahian akibat kecemburuan akhirnya didamaikan, dan pelaku diberi sanksi membantu administrasi di kantor desa.

Langkah ini sejalan dengan semangat penegakan hukum yang humanis, efektif, dan efisien, sekaligus mengurangi beban sistem peradilan pidana konvensional.

Restorative justice dinilai lebih relevan dalam menangani kasus yang tidak menimbulkan korban berat atau kerugian besar, seperti pertengkaran tetangga, pencurian ringan, dan konflik keluarga.

"Tujuan kami bukan sekadar menghukum, tapi memulihkan hubungan sosial dan menanamkan kesadaran hukum secara langsung kepada masyarakat," ujar Asep.

Kebijakan ini juga mendapat respons positif dari berbagai kalangan akademisi dan tokoh masyarakat yang hadir dalam seminar tersebut, karena dinilai lebih berorientasi pada penyelesaian akar masalah dan pembinaan masyarakat secara menyeluruh.*

(d/a008)

Editor
: Adelia Syafitri
Tags
beritaTerkait
Prestasi Gemilang! Kades Sipangko Muhammad Azan Sinaga Raih Peacemaker Justice Award 2025, Inspirasi Penyelesaian Konflik Damai
HUT RI ke-80, Jaksa Agung: Tugas Kita Belum Usai, Keadilan Harus Ditegakkan
Iwan Kurniawan saat Ditahan: Saya Tak Bersalah, Tanda Tangan Karena Diperintah
Eks Dirut PT Sritex Iwan Kurniawan Lukminto Resmi Jadi Tersangka Kasus Korupsi Kredit
Laga Perdana Timnas U-17 vs Tajikistan Berjalan Lancar, Erick Thohir Puji Fasilitas dan Antusiasme Suporter
Pemprov Sumut dan Kejati Perkuat Sinergi Penegakan Hukum Humanis Melalui PRESTICE
komentar
beritaTerbaru