BREAKING NEWS
Rabu, 23 Juli 2025

Dana Hibah Jatim Dikorupsi? KPK Temukan Penyimpangan Sistemik dan Minta Reformasi Total

Ronald Harahap - Selasa, 22 Juli 2025 15:30 WIB
98 view
Dana Hibah Jatim Dikorupsi? KPK Temukan Penyimpangan Sistemik dan Minta Reformasi Total
Gedung KPK. (foto: kemendikdasmen)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap temuan indikasi penyimpangan serius dalam penyaluran dana hibah di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Melalui fungsi Koordinasi dan Supervisi, KPK mendeteksi berbagai potensi praktik korupsi yang terjadi dalam penyaluran dana hibah daerah yang mencapai Rp12,47 triliun selama periode 2023–2025.

Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut bahwa hasil evaluasi KPK ini menjadi bagian dari pendekatan terintegrasi antara penindakan dan pencegahan korupsi.

Temuan ini juga berkaitan dengan penanganan kasus dugaan korupsi dana hibah kepada kelompok masyarakat (pokmas) yang saat ini tengah diusut KPK.

"Pengelolaan hibah daerah harus menjadi instrumen pembangunan yang bersih, tepat sasaran, dan berdampak nyata bagi masyarakat," ujar Setyo.

757 Rekening Diduga Fiktif

Dari evaluasi yang dilakukan, KPK mengidentifikasi sejumlah celah rawan penyimpangan, antara lain:

- Verifikasi penerima hibah tidak profesional, masih ditemukan pokmas fiktif dan duplikasi penerima. Tercatat ada 757 rekening dengan kesamaan nama, tanda tangan, dan NIK.

- Praktik pengaturan "jatah hibah" oleh pimpinan DPRD, berpotensi menguntungkan pihak tertentu secara tidak wajar.

- Pemotongan dana hibah hingga 30%, terdiri dari 20% untuk "ijon" anggota DPRD dan 10% untuk keuntungan koordinator lapangan.

- Ketidaksesuaian pelaksanaan kegiatan dengan proposal, akibat pengondisian proyek oleh pihak luar.

- Minim pengawasan, terbukti dari 133 lembaga penerima hibah yang menyimpang dengan nilai kerugian Rp2,9 miliar. Dari jumlah tersebut, Rp1,3 miliar belum dikembalikan ke kas daerah.

KPK juga menyoroti peran Bank Jatim sebagai bank pengelola Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) yang belum memiliki prosedur pencairan hibah yang memadai.

Penyaluran hibah dilakukan seperti transaksi biasa tanpa verifikasi, membuka celah penyalahgunaan.

Meski telah diterbitkan sejumlah regulasi seperti Pergub Jatim No. 44 Tahun 2021 dan Pergub No. 7 Tahun 2024, KPK menilai pengaturannya masih lemah.

Regulasi baru itu belum mengatur sanksi bagi penerima hibah fiktif dan belum menetapkan kriteria pokmas insidentil secara jelas.

"Kompleksitas regulasi, minimnya transparansi, dan lemahnya pengawasan adalah akar dari persoalan ini," kata Setyo.

KPK memberikan sejumlah rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk memperbaiki tata kelola hibah, di antaranya:

- Penajaman tujuan hibah agar sesuai program prioritas daerah

- Penetapan kriteria penerima hibah berbasis indikator terukur

- Digitalisasi sistem hibah yang dapat diakses publik secara real time

- Pembangunan database penerima hibah terintegrasi lintas kabupaten/kota

- Penguatan mekanisme pengawasan dan pelibatan masyarakat

- Kolaborasi dengan Bank Jatim untuk prosedur pencairan dana yang akuntabel

Selain di tingkat daerah, KPK juga mendorong penyusunan regulasi nasional terkait hibah APBD.

Di antaranya menyusun data tunggal nasional berbasis NIK, membangun platform digital hibah antarinstansi, serta merumuskan kebijakan nasional untuk mencegah korupsi dalam proses perencanaan dan penganggaran hibah.

KPK menegaskan bahwa reformasi tata kelola hibah di Jawa Timur harus menjadi model bagi pemerintah daerah lain.

Melalui sistem yang transparan dan akuntabel, program hibah diharapkan tidak hanya menjadi alat politik atau sarana patronase, melainkan benar-benar menjadi instrumen pembangunan yang berintegritas.

"Upaya ini tidak hanya menyelamatkan uang negara, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah," tutup Setyo.*

Editor
: Adelia Syafitri
Tags
komentar
beritaTerbaru