JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami praktik pemerasan terkait pengurusan Izin Tenaga Kerja Asing (TKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Penyelidikan ini dilakukan untuk menelusuri sejak kapan praktik tersebut berlangsung, serta siapa saja pihak yang terlibat di dalamnya.
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur, mengatakan bahwa pihaknya kini fokus pada pengumpulan keterangan dari sejumlah saksi, termasuk pemanggilan staf khusus dan pejabat terkait.
"Terkait RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing), kita sedang terus menggali keterangan dari para saksi, termasuk tadi juga pemanggilan terhadap stafsus dan lain-lainnya," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (1/10/2025).
Asep menegaskan, apabila penyidik menemukan indikasi keterlibatan atau kebutuhan keterangan dari pejabat level menteri, maka KPK tak segan memanggil mereka.
Termasuk di antaranya eks Menaker Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Hanif Dhakiri, dan Ida Fauziyah.
"Nanti kalau sudah kita temukan informasinya dari keterangan saksi lainnya ataupun dokumen-dokumen lain, dan penyidik menganggap keterangannya dibutuhkan, tentunya kita akan melakukan pemanggilan," tegas Asep.
Sebagai informasi, Cak Imin menjabat Menakertrans pada 2009–2014, dilanjutkan oleh Hanif Dhakiri (2014–2019) dan Ida Fauziyah (2019–2024).
KPK sebelumnya telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan pungutan liar (pungli) dalam proses perizinan TKA periode 2019–2024.
Nilai total dugaan suap yang mengalir disebut mencapai Rp53,7 miliar.
Dua pejabat tinggi Kemnaker yang terjerat adalah: - Suhartono, eks Dirjen Binapenta dan PKK - Haryanto, yang juga pernah menjabat Dirjen Binapenta dan PKK
Keduanya diduga menikmati aliran dana dari para agen TKA melalui skema pemerasan dalam proses pengajuan dan persetujuan izin penggunaan TKA.