Namun, menjelang mutasi itu, mencuat kasus dugaan korupsiproyekjalan di Sipiongot, Sumut, yang menjerat eks Kadis PUPR Sumut, Topan Ginting, dan menyeret nama Yassir hingga diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tanggapan publik atas keterlibatan Yassir pun beragam. Salah satunya datang dari Palaon Harahap, tokoh dari Divisi Kemasyarakatan dan Kemahasiswaan GEMMA PETA INDONESIA.
Saat ditemui media di sela pemantauan RDP DPRD Tapanuli Selatan (Senin, 6/10), ia menyoroti reaksi dukungan para pimpinan pondok pesantren terhadap Yassir sebagai bentuk solidaritas karena latar belakang pesantrennya.
Namun, ia mengingatkan pentingnya objektivitas.
"Manusia seperti dua sisi mata uang. Bahkan Firaun, manusia yang mengaku Tuhan, pun pernah berbuat baik kepada orang di sekitarnya. Kita harus tetap mengawal kasus ini agar tidak menjadi permainan opini publik," ujarnya.
Ia juga meminta masyarakat dan aparat penegak hukum tidak membiarkan opini liar berkembang tanpa dasar hukum.
"Mari kita kawal persidangan ini agar objektif. Jangan ada pergerakan massa yang justru mengganggu keamanan atau mengiring opini publik secara tidak sehat," tegasnya.
Palaon juga menyoroti dampak hukum terhadap kelanjutan proyekjalan di Sipiongot yang dibutuhkan masyarakat.
"Tidak lucu jika pembangunan di Sumut tertunda hanya karena perkara Topan Ginting. Masyarakat membutuhkan infrastruktur, bukan tarik ulur politik. Di mana gubernur dan pejabat lainnya saat proyek ini terancam batal?" pungkasnya.
Sidang kasus korupsiproyekjalan Sipiongot membuka sorotan terhadap peran aparat penegak hukum di luar kewenangannya.
Meski Yassir Ahmadi belum ditetapkan sebagai tersangka, sorotan terhadap keterlibatannya dalam memfasilitasi pertemuan penting menjadi catatan serius.
Masyarakat Sumut kini menanti proses hukum yang adil, transparan, dan tidak digiring oleh opini atau tekanan politik.*