BREAKING NEWS
Kamis, 27 November 2025
SELAMAT HARI GURU

Penangkapan Brutal Rahmadi Picu Kontroversi: Kekerasan Polisi Disebut ‘Wajar’

Zulkarnain - Senin, 10 November 2025 17:56 WIB
Penangkapan Brutal Rahmadi Picu Kontroversi: Kekerasan Polisi Disebut ‘Wajar’
Ronald Siahaan dan rekannya, penasehat hukum Rahmadi. (Ist).
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

MEDAN — Tim kuasa hukum Rahmadi menuding penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumatera Utara tidak menjaga netralitas dalam menangani laporan dugaan penganiayaan oleh Kompol Dedi Kurniawan (DK).

Menurut Ronald M. Siahaan, kuasa hukum Rahmadi, penyidik gagal berdiri di posisi profesional dan cenderung membenarkan kekerasan aparat.

Baca Juga:
"Penyidik seharusnya berdiri di tengah, bukan menjadi pembela pelanggaran hukum," kata Ronald seusai gelar perkara di Polda Sumut, Senin (10/11/2025).

Ronald menilai tindakan Kompol DK saat penangkapan Rahmadi di Tanjungbalai pada 3 Maret 2025 melanggar SOP dan prinsip hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009.

"Penangkapan brutal tanpa dasar hukum jelas adalah pelanggaran serius terhadap due process of law," ujarnya.

Yang memicu protes tim hukum adalah pernyataan penyidik yang menyebut kekerasan sebagai hal wajar. Ronald menilai hal itu berbahaya bagi prinsip negara hukum.

"Begitu kekerasan dianggap lumrah, negara hukum sedang dikorbankan," tegasnya.

Selain itu, tim kuasa hukum menuding ada upaya menutup-nutupi pelanggaran.

Padahal, Bidpropam Polda Sumut telah menjatuhkan sanksi demosi tiga tahun terhadap Kompol DK.

"Kalau tak ada pelanggaran, kenapa ada sanksi? Ini bukti inkonsistensi internal Polda Sumut," ujar Thomas Tarigan, anggota tim hukum.

Tim hukum mendesak Kapolda Sumut mengevaluasi penyidik yang menangani perkara ini dan berencana melapor ke Divisi Propam Mabes Polri, Komnas HAM, serta pihak terkait lainnya.

"Kami tak mencari sensasi. Kami ingin memastikan tak ada aparat kebal hukum," ujar Ronald.

Di sisi lain, kuasa hukum Kompol DK, Hans Silalahi, bersikukuh kliennya bertindak sesuai SOP.

"Semua sesuai SOP. Mereka sudah dua kali kalah praperadilan," katanya. Mengenai sanksi demosi, Hans menilai itu hal biasa.

Baca Juga:

Kasus ini berawal dari penangkapan Rahmadi oleh tim Ditresnarkoba Polda Sumut, yang disebut menemukan narkotika.

Keluarga menuding ada penyiksaan dan pelanggaran prosedur. Praperadilan yang diajukan pada April 2025 ditolak, dan perkara berlanjut ke Pengadilan Negeri Tanjungbalai.


Selama proses hukum, keluarga Rahmadi menemukan saldo rekeningnya berkurang Rp11,2 juta, namun dugaan penyalahgunaan akses rekening belum direspons penyidik.

Pada 30 Oktober 2025, majelis hakim PN Tanjungbalai menjatuhkan vonis lima tahun penjara kepada Rahmadi, lebih ringan dari tuntutan sembilan tahun jaksa.

Sehari sebelumnya, Kompol DK telah dijatuhi sanksi demosi oleh Bidpropam.

"Dua putusan berbeda dalam satu perkara. Satu dihukum, satu dibenarkan. Di situlah absurditas penegakan hukum kita," pungkas Ronald.*


(ad)

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
beritaTerkait
Gunakan Pistol Mainan untuk Ancam Korban, Polsek Medan Baru Tangkap Pelaku Curas
Kasus Penganiayaan di Padanglawas Berakhir Damai, Polisi Terapkan Restorative Justice
Polrestabes Medan Grebek Desa Serbajadi dan Pria Laut, Amankan 4 Pelaku dan 5 Mesin Jackpot
Kronologi Penganiayaan Berat di Kebun PT.TN Sinarmas, Korban Alami Luka Parah dan Lumpuh
Dokter Residen Priguna Divonis 11 Tahun Penjara atas Kasus Kekerasan Seksual di RS Hasan Sadikin Bandung
Polisi Sebut Onad Layak Jalani Rehabilitasi: Murni Pemakai, Bukan Pengedar
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru