NEW YORK - Sebuah video yang memperlihatkan sekelompok individu mengacungkan kertas bertuliskan "Free Aceh", "Free Papua", dan "Free Maluku" dalam Sidang United Nations Permanent Forum on Indigenous Issues (UNPFII) ke-24 menjadi viral di media sosial dan menuai respons keras dari Pemerintah Indonesia.
Aksi tersebut terjadi pada Senin (21/4/2025) saat forum yang diselenggarakan di Markas Besar PBB, New York, tengah berlangsung. Petugas keamanan forum yang telah mendapatkan laporan langsung menyita selebaran provokatif tersebut dan memberikan peringatan keras kepada para pelaku.
"Saat ini kita sudah melaporkan ke security PBB, langsung digrebek," ujar perekam video dalam unggahan yang kini menyebar luas di platform digital.
Kemlu RI: Tindakan Tak Bertanggung Jawab dan Tidak Etis
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Roy Soemirat, mengecam aksi tersebut sebagai tindakan provokatif dan penyalahgunaan forum internasional yang bertujuan mulia untuk pemberdayaan masyarakat adat.
"Forum ini adalah ruang diskusi antarnegara untuk memberdayakan masyarakat adat. Sayangnya, ada oknum-oknum yang memanfaatkannya untuk tujuan politik yang tidak sesuai," ujar Roy dalam keterangan tertulis, Kamis (24/4/2025).
Roy juga menyebut aksi tersebut sebagai bentuk pencarian sensasi yang melanggar etika forum internasional, serta menegaskan bahwa forum resmi di bawah PBB harus menjunjung tinggi prinsip kedaulatan negara anggota.
PBB Ambil Langkah Tegas
Meski organisasi non-pemerintah (NGO) diizinkan hadir di forum tersebut, mereka tetap diwajibkan untuk mematuhi aturan dan tata tertib internasional. Dalam hal ini, PBB langsung mengambil tindakan dengan menyita materi yang digunakan dan memperingatkan seluruh delegasi agar tidak menyalahgunakan forum.
"Ini adalah forum resmi yang harus digunakan untuk dialog dan solusi konstruktif, bukan untuk propaganda separatis yang bertentangan dengan hukum internasional dan kedaulatan negara," tambah Roy.
Komitmen Indonesia Tegakkan Kedaulatan
Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa pihaknya akan terus mendukung pemberdayaan masyarakat adat di dalam negeri, namun dengan tetap berpegang teguh pada prinsip kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Kita menolak segala bentuk tindakan separatis. Komitmen kita terhadap pemberdayaan masyarakat adat tetap kuat, tanpa mengorbankan persatuan bangsa," pungkas Roy.*