SEMARANG -Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengecam keras tindakan represif aparat kepolisian dalam menangani aksi unjuk rasa Hari Buruh (May Day) yang digelar di Semarang, Jawa Tengah, pada Kamis (1/5).
YLBHI menyebut polisi menembakkan gas air mata dan meriam air ke arah massa aksi yang terdiri dari buruh dan mahasiswa, bahkan hingga melakukan pengejaran ke dalam kampus Universitas Diponegoro (Undip) Pleburan.
"Brutalitas dan represivitas yang dilakukan aparat kepolisian dengan menembakkan gas air mata, water cannon, hingga pemukulan terhadap massa aksi sangat kami kecam.
Mereka bahkan mengejar hingga ke dalam kampus," tulis YLBHI dalam keterangan resminya.
Aksi kekerasan tersebut terjadi sekitar pukul 17.30 WIB. Akibatnya, sejumlah peserta mengalami sesak napas dan luka-luka. Sebanyak 18 mahasiswa dilaporkan ditangkap dan dibawa ke Mapolrestabes Semarang.
YLBHI juga mengungkapkan bahwa beberapa korban mengalami pemukulan, dan ada mahasiswa yang harus dirawat di rumah sakit.
Tak hanya itu, YLBHI melaporkan adanya pengepungan terhadap kampus Undip Pleburan oleh aparat kepolisian dan ratusan orang yang diduga preman. Sekitar 400 mahasiswa disebut sempat berlindung di dalam kampus karena situasi mencekam.
"Kami mendesak pembebasan semua kawan-kawan yang ditangkap dan dihentikannya pengepungan terhadap kampus. Pecat Kapolrestabes Semarang yang bertanggung jawab atas tindakan represif ini," lanjut pernyataan YLBHI.
Di sisi lain, Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Arianto, menyampaikan bahwa polisi hanya mengamankan kelompok yang dianggap mengganggu ketertiban. Ia menyebut kelompok tersebut sebagai kelompok anarko yang melakukan tindakan anarkis.
"Ada pembakaran, pelemparan terhadap petugas. Maka dibubarkan secara terukur sesuai SOP," jelas Arianto.
Ia juga menegaskan bahwa aksi buruh yang resmi telah diterima Gubernur Jawa Tengah berjalan dengan tertib. Ketegangan disebut baru terjadi setelah kelompok mahasiswa dan anarko bergabung dalam unjuk rasa tambahan.
Insiden ini menambah daftar panjang dugaan pelanggaran HAM dan kebebasan berpendapat di ruang publik. Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak investigasi independen atas kekerasan yang terjadi.*