Dari tiang bambu di depan rumah warga, hingga kompleks perumahan dan tenda-tenda UMKM, bendera bendera bajak laut dari serial One Piece, tampil berdampingan, atau bahkan menggantikan sejenak, sang Merah Putih. Fenomena ini menimbulkan tanya: apa yang sebenarnya sedang terjadi?
Apakah ini sekadar euforia? Ataukah isyarat perlawanan, dan keresahan kolektif generasi muda terhadap kondisi bangsa?
Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, jagat maya dan ruang-ruang publik diwarnai oleh sebuah fenomena yang tak biasa: berkibarnya bendera bajak laut dari serial One Piece, lengkap dengan simbol tengkorak dan topi jerami, di berbagai tempat di tanah air.
Fenomena ini tidak muncul dalam serta merta. Serial One Piece, karya Eiichiro Oda, telah menjelma bukan hanya sebagai tontonan, tapi sebagai narasi besar tentang kebebasan, mimpi, perlawanan terhadap kekuasaan korup, dan solidaritas dalam keberagaman.
Dalam dunia fiksi itu, para tokohnya berlayar bukan sekadar mencari harta karun, tapi mencari arti kemerdekaan sejati—melawan hegemoni kekuasaan yang menindas dan membungkam kebenaran.
Bagi sebagian kalangan muda Indonesia yang tumbuh dalam bayang-bayang krisis multidimensi—dari krisis iklim, ketimpangan sosial, otoritarianisme gaya baru. Bendera Jolly Roger bukan hanya simbol hiburan. Ia menjadi metafora tentang pencarian kebebasan, harapan akan dunia yang lebih adil, dan kerinduan akan pemimpin yang jujur serta setia pada cita-cita rakyat.
Dalam konteks ini, Merah Putih tidak ditinggalkan. Justru, ia diajak berdialog. Karena Merah Putih, bagi banyak anak muda hari ini, bukan lagi simbol yang utuh secara makna. Ia telah terlalu lama digunakan sebagai ornamen seremonial, tanpa keberanian untuk menggugat ketidakadilan yang terus berlangsung di bawahnya.*
Penulis Adalah Ketua Dewan Pimpinan Pusat Forum Membangun Desa (DPP FORMADES)
Editor
: Justin Nova
Mencari Makna di Balik Bendera One Piece Jelang HUT RI ke-80