BREAKING NEWS
Minggu, 07 Desember 2025

Terorisme Digital Mengintai Anak dan Remaja Indonesia

Raman Krisna - Kamis, 20 November 2025 00:31 WIB
Terorisme Digital Mengintai Anak dan Remaja Indonesia
ilustrasi (Foto: AI/BITV)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA, – Ancaman terorisme di Indonesia kini merambah ruang yang paling dekat dengan keseharian anak-anak: dunia maya.

Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri mencatat, sedikitnya 110 anak berusia 10–18 tahun di 23 provinsi telah menjadi korban perekrutan jaringan teroris melalui media sosial dan game online.

Baca Juga:
Fenomena ini menunjukkan pergeseran strategi kelompok radikal.

Mereka kini menyasar kerentanan psikologis generasi muda, memanfaatkan rasa kesepian, perundungan, dan kurangnya perhatian orang tua.Dalam setahun terakhir, Densus 88 menangkap lima perekrut daring, dengan penindakan terakhir terjadi pada Senin, 17 November 2025.

Modus operandi mereka sistematis: awalnya menyebarkan propaganda melalui platform terbuka—Facebook, Instagram, dan fitur obrolan game online—dengan konten menarik berupa video pendek, meme, animasi, dan musik.

Setelah menemukan target potensial, komunikasi dipindahkan ke jalur tertutup seperti WhatsApp dan Telegram, di mana indoktrinasi lebih intens dilakukan, sering tanpa pertemuan fisik.

Kasus terbaru menegaskan risiko ini.

Pada 24 Mei 2025, seorang remaja berinisial M (18) ditangkap di Gowa, Sulawesi Selatan, karena aktif menyebarkan propaganda ISIS.

Lebih tragis, pada 7 November 2025, seorang siswa SMAN 72 Jakarta Utara berinisial F nekat meledakkan bom rakitan di sekolahnya, melukai 96 orang. F bukan anggota jaringan teroris, namun motifnya muncul dari rasa kesepian akibat perundungan.

Ia belajar merakit bom dari situs gelap dan komunitas daring, menunjukkan mudahnya akses konten berbahaya bagi anak rentan.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menekankan, anak yang terjerat jaringan terorisme harus diperlakukan sebagai korban, dengan pendekatan keadilan restoratif sesuai Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Eddy Hartono, menegaskan fokus pada program kontra-radikalisasi dunia maya untuk membendung arus propaganda, rekrutmen, dan pendanaan teror.

Pengamat terorisme dan intelijen, Ridwan Habib, menekankan urgensi pengesahan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS), yang memberi legitimasi BSSN memblokir situs berbahaya secara agresif.

Baca Juga:

Namun, menurutnya, benteng terakhir tetap ada di rumah. Orang tua perlu lebih peka terhadap aktivitas digital anak, memantau situs yang diakses, dan interaksi mereka di dunia maya.*

(m/dh)

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
beritaTerkait
Densus 88 Tangkap 5 Tersangka Rekrutmen Anak ke Jaringan Terorisme, Satu Berasal dari Medan!
Kapolda Metro: Ledakan di SMAN 72 Jakarta Dilakukan Siswa Secara Mandiri, Tak Terkait Terorisme
Gus Ipul Jenguk Korban Ledakan SMAN 72: Pemerintah Siapkan Pemulihan Fisik dan Trauma Psikologis
Deteksi Dini Imigrasi Medan, Dua WNA Berisiko Tinggi Gagal Masuk Indonesia di Bandara Kualanamu
Ancaman Bom di NJIS Ternyata Hoaks, Prasetyo Hadi Ajak Publik Cek Fakta
KPAI Minta Polisi Bebaskan Anak Tersangka Kerusuhan dan Usut Dalang di Baliknya
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru