Pengalaman kita sudah menunjukkan sejak 1981, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang awalnya disambut sebagai ”karya agung”, ternyata fatamorgana.
Adapun ketiga hak atau kewenangan advokat yang dibiarkan seperti layang-layang putus itu adalah sebagai berikut.
Pertama, advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri; dan ini dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan (vide Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat) atau secara singkat lebih lanjut disebut "advokat penegak hukum".
Kedua, imunitas profesi advokat. Advokat tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik, untuk kepentingan pembelaan kliennya dalam sidang pengadilan (vide Pasal 16 UU Advokat).
Ketiga, terkait kewenangan pembelaan advokat. Dalam menjalankan profesinya, advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut, yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan (vide Pasal 17 UU Advokat).
Artinya, KUHAP mendatang akan memanusiakan manusia Indonesia dengan keadilan berdasarkan Pancasila.
Dengan memasukkan ketiga hal ini dalam RKUHAP mendatang, profesi advokat tidak akan lagi seperti "layang-layang putus" dalam SPP.
Konkretnya, profesi advokat akan terpadu sebagai sub-bagian (sistem) dalam SPP dengan aparat penegak hukum lain.
Terpadu ini adalah "perintah" UUD '45 (constitutional imperative, yang lebih tinggi daripada constitutional importance).
Karena itu, DPR perlu memasukkan materi normatif dalam UU Advokat itu terintegrasi dalam norma "mekanisme prosedur" RUU-KUHAP.
Sebab, independensi kekuasaan kehakiman (Mahkamah Agung) yang kuat memerlukan juga profesi advokat yang kuat untuk check and balances.
Secara konkret, dalam RUU-KUHAP baru nanti, sebagai kelanjutan dari UU Advokat, dalam bagian umum RKUHAP nanti perlu dimasukkan pasal mengenai "pengertian" bahwa advokat adalah "berstatus sebagai penegak hukum" dengan menyebut adanya hak (kewenangan) tersebut.
Ini sama dengan rumusan dan tempat yang sama, yang dilakukan pada penyidik dan penyidikan (polisi), penuntut dan penuntutan (jaksa), dan sebagainya, dalam KUHAP.