KEBIJAKAN ekonomi yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kerap menimbulkan pro dan kontra. Salah satu kebijakan paling kontroversialnya ialah penerapan tarif impor yang cukup tinggi terhadap berbagai negara, terutama Tiongkok, yang menciptakan ketegangan dalam perdagangan internasional. Kebijakan itu dianggap sebagai upaya untuk melindungi ekonomi domestik Amerika. Namun, dalam pandangan saya, kebijakan tersebut lebih banyak mengacaukan suasana perdagangan multilateral dan internasional yang terjalin selama ini.
Akan tetapi, perlu diakui ada sudut pandang lain yang mungkin lebih rasional ketika melihat kebijakan Trump dari perspektif jangka pendek menengah maupun panjang sekaligus. Selama ini, Amerika Serikat telah memainkan peran sebagai negara yang sangat liberal dalam hal perdagangan, sekaligus sebagai polisi dunia.
Amerika Serikat berperan besar dalam mendanai berbagai organisasi internasional, seperti PBB, NATO, UNESCO, Bank Dunia, serta lembaga-lembaga bantuan internasional lainnya seperti USAID. Selain itu, Amerika juga terlibat dalam berbagai konflik global, seperti perang di Irak, Afghanistan, dan Ukraina, yang sebagian besar bertujuan mempertahankan pengaruh mereka di panggung dunia, yang 80% didanai Amerika Serikat untuk kepentingan Barat dan negara maju.
Melihat semua peran tersebut, bisa jadi sekarang Amerika Serikat sedang menyadari mereka tidak lagi perlu terus-menerus membiayai dan mendukung sistem multilateral yang mahal ini. Dunia saat ini sudah berubah, dengan peperangan yang tidak lagi bersifat fisik, melainkan lebih pada perang pengaruh.
Dengan adanya internet dan media sosial seperti Instagram, Facebook, Tiktok, dan Youtube, dunia kini menghadapi jenis perang baru, yaitu perang informasi dan perang siber yang sangat memengaruhi opini publik dan keputusan politik global.
Yang menarik, media sosial itu, yang kini menjadi arena pertempuran pengaruh yang sangat besar, sebenarnya adalah produk buatan Amerika Serikat.
Instagram, Facebook, Youtube, dan banyak platform sosial lainnya adalah karya perusahaan-perusahaan besar yang berbasis di Amerika. Itu menjadikan Amerika, dalam hal ini, tidak hanya sebagai negara dengan kekuatan militer dan ekonomi yang besar, tetapi juga sebagai kekuatan utama dalam dunia maya.
Media sosial ini tidak hanya menghubungkan orang-orang di seluruh dunia, tetapi juga digunakan untuk memengaruhi pandangan, opini, dan bahkan kebijakan publik di berbagai negara. Dengan kekuatan seperti itu, Amerika tidak hanya berperang dengan senjata atau dana, tetapi juga dengan algoritma dan data.