BREAKING NEWS
Sabtu, 21 Juni 2025

Kekayaan Kita Untuk Siapa?

Redaksi - Sabtu, 21 Juni 2025 07:47 WIB
53 view
Kekayaan Kita Untuk Siapa?
Raja Ampat. (foto: tangkapan layar ig wonderfulindonesia)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Oleh:Hasrul Harahap

SALAH satu tema sentral terhadap sistem ekonomi saat ini adalah apa yang ia sebut sebagai net outflow of national wealth, di mana kekayaan nasional Indonesia lebih banyak mengalir ke luar negeri daripada dimanfaatkan untuk pembangunan dalam negeri.

Setiap kali kita membaca berita tentang tambang baik emas, nikel, batubara, atau pasir besi pertanyaan yang seharusnya terus menggema di benak kita adalah "Tambang ini sebenarnya buat siapa?" Apakah demi kemajuan bangsa, demi rakyat di sekitar tambang, atau hanya demi segelintir pihak yang kaya makin kaya? Fakta di lapangan bicara jujur.

Baca Juga:

Di banyak daerah penghasil tambang, kita tak jarang melihat jalan rusak, air tercemar, udara berdebu, dan masyarakat yang hidup dalam keterbatasan. Kontras dengan laporan keuntungan ratusan triliunan rupiah yang dicetak perusahaan tambang tiap tahun. Di beberapa daerah tambang, misalnya, aktivitas tambang yang lalu-lalang menggunakan kendaraan berat telah merusak jalan utama jalan yang juga digunakan masyarakat untuk beraktivitas setiap hari.

Ironi pembangunan inilah yang membuat publik makin kritis. Jika kekayaan alam dieksploitasi besar-besaran, tetapi masyarakat lokal justru menanggung kerusakan infrastruktur dan lingkungan, maka sudah saatnya kita bertanya: apakah negara hadir untuk melindungi rakyatnya atau justru membiarkan kepentingan industri menguasai ruang hidup rakyat?

Lebih dari itu, pemerintah pusat seharusnya tidak diam. Perlu pengawasan ketat, audit lingkungan, dan penegakan regulasi agar setiap perusahaan tambang tidak hanya mengejar keuntungan, tapi juga bertanggungjawab. Mereka harus menyumbang pembangunan secara adil dan transparan. Kita butuh model tambang yang adil dan berkelanjutan. Tambang yang membawa manfaat bagi masyarakat sekitar bukan hanya bagi pemilik saham. Kalau tidak, tambang hanya akan menjadi simbol kesenjangan baru, yang menggali kekayaan dari perut bumi, namun meninggalkan luka di permukaan tanah.

Sebelumnya, pemerintah memutuskan mencabut izin empat dari lima izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat, Papua Barat, usai menuai polemik di masyarakat. Empat perusahaan tambang itu adalah PT Kawei Sejahtera Mining dengan SK IUP 290 No Tahun 2013 di Pulau Kawei seluas 5.922 hektare, PT Anugerah Surya Pratama dengan SK IUP No 91201051135050013 di Pulau Manorom seluas 1.173 ha, PT Mulia Raymond Perkasa SK IUP No 153.A Tahun 2013 di Pulau Manyaifun dan Batang Pele seluas 2.193 ha, dan PT Nurham dengan SK IUP No 18/1/IUP/PMDN/2025 di Pulau Waigeo seluas 3.000 ha. Sedangkan satu perusahaan tidak dicabut, yakni PT Gag Nikel dengan SK IUP No 430.K/30/DJB/2017 di Pulau Gag seluas 13.136 ha.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengatakan pencabutan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah melakukan penataan dan penertiban lahan-lahan termasuk pertambangan. Ia menyebutkan Kementerian Lingkungan Hidup/ Badan Pengendalian LIngkungan Hidup (KLH/BPLH) telah melakukan pemeriksaan dan menemukan berbagai pelanggaran lingkungan terhadap empat IUP yang dicabut. Selain itu keempat konsesi pemegang IUP tersebut berada di dalam kawasan Geopark Raja Ampat.

Keputusan pencabutan izin tambang ini diambil setelah berbagai desakan dari masyarakat dan tokoh adat Papua yang menolak keras praktik eksploitasi dikawasan sensitif tersebut. Raja Ampat yang dikenal sebagai kawasan konservasi laut dunia, selama ini menghadapi ancaman dari sejumlah perusahaan tambang yang memiliki konsesi sejak bertahun-tahun silam.

Langkah ini juga dinilai sejalan dengan semangat konstitusi dan Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan pengelolaan sumber daya alam harus memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Ini bukti bahwa aspirasi masyarakat bisa diperjuangkan dan didengar. Kita berharap langkah ini menjadi preseden baik dalam pengelolaan lingkungan ke depan. Perpres No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan yang diterbitkan Presiden Prabowo bahkan sebelum isu ini ramai di media sosial, menegaskan bahwa negara bekerja secara proaktif, bukan reaktif. Ini mencerminkan adanya good governance, yaitu tata kelola pemerintahan yang berbasis data, hukum, dan kepentingan rakyat.

Mengalir Ke Luar

Di banyak daerah penghasil tambang-tambang seperti Papua, Kalimantan, Sulawesi yang terlihat bukanlah kemakmuran, tetapi luka. Lubang-lubang menganga, sungai yang tercemar, jalan rusak, dan masyarakat yang hidup dalam kondisi kemiskinan. Ironisnya lagi, sebab setiap ton mineral, nikel, batubara, emas yang diangkut keluar daerah menyisahkan kehancuran. Tambang seolah tak berpijak pada bumi tempat dimana tempat dia digali.

Keuntungan mengalir ke pusat, ke luar negeri dan para pemegang saham. Sementara desa-desa yang menjadi lokasi tambang hanya menerima jejak-jejak kerusakan dan janji reklamasi yang tak kunjung ditepati. Kita harus bertanya, apakah sistem pembagian hasil tambang kita adil? Apakah perizinan tambang selama ini telah memperhitungkan hak masyarakat adat, dan hak atas lingkungan hidup yang sehat, dan partisipasi publik?

Sudah saatnya kita mengubah paradigma. Sumber daya alam tidak boleh lagi diposisikan semata sebagai komoditas ekspor atau alat untuk memperkaya investor. Ia adalah amanat konstitusi dan harus dikelolah sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan bukan kemakmuran segelintir elit. Tambang seharusnya menjadi sumber kehidupan dan bukan menjadi sumber kehancuran. Selama arus manfaatnya hanya mengalir keluar, bukan ke rakyat sekitar tambang, maka yang terjadi bukanlah pembangunan, melainkan perampasan.

Jika tidak segera dikoreksi maka kita sedang menyaksikan bagaimana kekayaan alam menjadi kutukan dan bukan berkah. Salah satu tema sentral terhadap sistem ekonomi saat ini adalah apa yang ia sebut sebagai net outflow of national wealth, di mana kekayaan nasional Indonesia lebih banyak mengalir ke luar negeri daripada dimanfaatkan untuk pembangunan dalam negeri. Fenomena ini bukanlah hal baru, melainkan telah berlangsung selama ratusan tahun sejak masa penjajahan, mencerminkan pola eksploitasi yang masih berlangsung hingga hari ini.

Meskipun Indonesia kaya akan sumber daya alam, negara ini belum mampu memanfaatkan kekayaannya secara optimal untuk kesejahteraan rakyatnya, yang justru terus tertinggal akibat kebijakan ekonomi yang kurang berpihak pada kepentingan nasional. Setiap tahun, rata-rata aliran dana gelap di Indonesia mencapai angka signifikan, memperburuk situasi di mana kekayaan yang seharusnya digunakan untuk memajukan bangsa malah mengalir ke luar negeri.

Fakta ini memperkuat argumen Prabowo bahwa ada masalah struktural dalam pengelolaan kekayaan negara yang harus segera di atasi untuk menghindari pengulangan pola penjajahan ekonomi yang hanya menguntungkan segelintir pihak.

Krisis Keadilan Ekonomi

Presiden Prabowo Subianto, dalam bukunya "Strategi Transformasi Bangsa Menuju Indonesia Emas 2045," menawarkan visi yang tidak hanya ambisius, tetapi juga sarat kedalaman pemikiran yang mencerminkan alam pikirnya sebagai seorang pemimpin yang peduli pada masa depan Indonesia.

Di tengah tantangan global yang semakin kompleks, seperti perubahan iklim, ketidakstabilan geopolitik, dan perkembangan teknologi begitu cepat, Prabowo menekankan pentingnya kembali ke nilai-nilai dasar yang telah digariskan oleh para pendiri bangsa dalam UUD 1945. Dia percaya bahwa untuk mencapai Indonesia kuat, makmur, dan disegani di panggung internasional, kita harus kembali ke prinsip-prinsip Ekonomi Pancasila, sistem yang dirancang untuk menjamin keadilan sosial dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam pemikiran Presiden Prabowo, Ekonomi Pancasila bukan sekadar konsep ekonomi; ia adalah cerminan dari identitas nasional yang menempatkan keadilan sosial dan kesejahteraan bersama di atas kepentingan individu. Dalam pandangannya, ekonomi bukan hanya tentang bagaimana sumber daya dialokasikan, tetapi juga tentang bagaimana kita memandang diri kita sebagai bangsa dan bagaimana kita memutuskan untuk hidup bersama.

Karena itu, kembali ke prinsip-prinsip Ekonomi Pancasila adalah upaya untuk menyelaraskan kembali arah pembangunan dengan nilai-nilai luhur yang menjadi landasan berdirinya negara ini. Presiden Prabowo berargumen bahwa penyimpangan dari nilai-nilai ini telah menciptakan ketimpangan yang sangat mencolok di Indonesia. Ketika mekanisme pasar dan segelintir oligarki mengendalikan perekonomian, yang terjadi adalah penumpukan kekayaan di tangan segelintir orang, sementara mayoritas rakyat terpinggirkan. Ini adalah pengkhianatan terhadap amanat Pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan bahwa kekayaan alam dan cabang-cabang produksi yang penting harus dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dengan demikian, Presiden Prabowo mengingatkan bahwa kembali ke Ekonomi Pancasila bukan hanya soal mengoreksi kebijakan ekonomi, tetapi juga soal mengembalikan jati diri bangsa yang sejati. Namun, lebih dari itu, Presiden Prabowo memandang ekonomi sebagai medan di mana nilai-nilai moral dan etika diuji.

Ketidakadilan ekonomi yang terjadi di Indonesia, menurutnya, bukan hanya akibat dari kebijakan yang salah, tetapi juga dari kegagalan kita sebagai bangsa untuk menjaga komitmen kita terhadap keadilan sosial. Ini adalah refleksi dari kegagalan kita sebagai bangsa untuk menjaga dan mengelola kekayaan yang telah kita ciptakan. Lebih dari sekadar masalah ekonomi, ini adalah masalah keberlanjutan sosial dan moral yang mendalam, di mana kita harus mempertanyakan sejauh mana kita telah memenuhi tanggungjawab kita kepada sesama warga negara.* (waspada.id)

*) Penulis adalahDekan Fisip Universitas Jakarta, Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI, Mahasiswa Doktoral Universitas Islam Bandung.

Editor
: Adelia Syafitri
Tags
beritaTerkait
Kunjungi Sorong, Bahlil Diteriaki "Penipu": Dinilai Tak Jujur Soal Tambang Nikel Raja Ampat
Walhi Laporkan 47 Perusahaan ke Kejagung, Kerugian Negara Rp 437 Triliun Akibat Eksploitasi Sumber Daya Alam
komentar
beritaTerbaru