Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), seperti sekolah, universitas, rumah sakit, panti asuhan, dan lembaga ekonomi, adalah pengejawantahan nyata dari spiritual leadership. AUM bukan sekadar institusi formal, tetapi bagian dari strategi dakwah dan pemberdayaan yang digerakkan oleh visi profetik.
Namun tantangan tak sedikit. Komersialisasi, krisis kader ideologis, dan ketimpangan antara nilai dan praktik sering menjadi ancaman diam-diam. Untuk itu, Muhammadiyah mendorong revitalisasi kaderisasi, integrasi nilai spiritual dalam SOP kelembagaan, dan evaluasi berbasis kepemimpinan spiritual.
Pemimpin AUM bukan hanya dituntut mampu memanajemen lembaga, tetapi harus menjadi teladan nilai: hidup sederhana, melayani umat, dan menjaga integritas. Sebab, lembaga tanpa ruh hanya akan menjadi bangunan kosong.
Kepemimpinan spiritual adalah ruh dari seluruh gerakan Muhammadiyah. Ia menghubungkan langit dan bumi, antara ibadah dan amal, antara masjid dan masyarakat. Seperti pesan bijak yang patut kita renungkan: "Siapa yang menghidupkan nilai, dialah yang akan memimpin peradaban."
Dengan fondasi spiritualitas profetik dan semangat madani, Muhammadiyah tak hanya membangun sekolah dan rumah sakit, tetapi juga membangun kesadaran, keadilan, dan masa depan umat.*
*) Penulis adalah Wakil Ketua PWM Aceh sekaligus Dosen pada Fakultas Ekonomi UNMUHA.