BREAKING NEWS
Jumat, 24 Oktober 2025

Daud Beureueh dan Luka Sejarah yang Perlu Ditulis Ulang

Redaksi - Kamis, 17 Juli 2025 07:27 WIB
Daud Beureueh dan Luka Sejarah yang Perlu Ditulis Ulang
Daud Bureh (foto: kompas)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Daud Beureueh bukan hanya gubernur. Ia ulama karismatik, pemimpin yang dihormati rakyat Aceh. Sejarawan seperti Anthony Reid hingga George McTurnan Kahin mencatat bahwa Daud adalah bagian penting dari dinamika pembentukan republik di daerah.

Ia ikut membentuk struktur pemerintahan sipil dan militer di Aceh yang menopang eksistensi RI di masa-masa genting. Kalau ini yang disebut pemberontakan, maka republik ini lahir dari pemberontakan juga: terhadap penjajahan, terhadap ketidakadilan, terhadap dominasi pusat atas daerah.

Dalam banyak buku sejarah versi resmi negara—termasuk kurikulum sekolah—DI/TII hampir selalu dicatat sebagai pemberontakan bersenjata terhadap Republik Indonesia. Tak hanya di Aceh, tapi di sejumlah daerah.

Nama-nama seperti Kartosuwiryo menggerakkan DI/TII di Jawa Barat, Kahar Muzakkar di Sulawesi, dan Daud Beureueh di Aceh. Dalam buku sejarah, mereka dimasukkan dalam satu kotak hitam bernama "separatisme Islam".

Narasi ini muncul kuat terutama pada era Orde Baru, yang secara sistematis membungkus segala bentuk ketidakpuasan daerah terhadap pusat sebagai ancaman terhadap kesatuan nasional. Stigma pemberontakan dilekatkan pada mereka.

Padahal, banyak sejarawan kritis seperti Prof. Djajadiningrat atau bahkan pengamat luar negeri seperti Harold Crouch mencatat bahwa gerakan DI/TII bukanlah semata ekspresi separatisme ideologis.

Menurut mereka, gerakan itu merupakan reaksi terhadap pengingkaran janji politik, marginalisasi daerah, dan kekecewaan terhadap pemerintahan pusat.

Dalam kasus Aceh, keterlibatan Daud Beureueh dalam DI/TII lebih tepat dibaca sebagai upaya mempertahankan martabat dan konsistensi terhadap cita-cita awal perjuangan kemerdekaan. Itu bukan semangat untuk membelah republik.

Yusril Ihza Mahendra benar: sejarah Daud Beureueh perlu ditulis ulang. Seperti Natsir dan Sjafruddin Prawiranegara, yang dulu sempat dicap pemberontak karena bergabung dengan PRRI, kini mereka sudah direhabilitasi dan diberi gelar pahlawan nasional. Padahal perjuangan mereka juga karena rasa kecewa terhadap praktik kekuasaan yang menelikung nilai-nilai demokrasi.

Daud Beureueh bahkan tidak pernah menyatakan niat memisahkan Aceh dari Indonesia. Ia hanya ingin janji ditepati, martabat dihargai, dan Aceh diberi tempat yang layak sebagai provinsi yang berjasa menyelamatkan republik di awal kemerdekaan.

Akhirul kalam, sejarah bukan luka yang perlu disembunyikan dengan balsem narasi penguasa. Ia, seperti seharusnya ditulis ulang oleh menteri kebudayaan, harus disorot terang-terangan, dibaca dengan utuh, dan diakui apa adanya.

Kalau benar republik ini berdiri atas dasar kejujuran dan keadilan, maka sudah waktunya Daud Beureueh dibebaskan dari stigma pemberontakan dan dikenang sebagaimana mestinya: sebagai pahlawan yang terluka, tapi tidak pernah lari dari semangat republik.

Editor
: Redaksi
0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru