BREAKING NEWS
Sabtu, 20 Desember 2025

Antara KUHP Baru, Terpidana Mati dan RKUHAP: Jalan Setapak Hapus Hukum

Redaksi - Rabu, 27 Agustus 2025 07:49 WIB
Antara KUHP Baru, Terpidana Mati dan RKUHAP: Jalan Setapak Hapus Hukum
Ilustrasi Rapat Komisi III DPR RI membahas RUU KUHAP (Foto: Kompas)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Oleh:M. Afif Abdul Qoyim.

UNDANG-undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Hukum Pidana (KUHP Baru) yang akan diberlakukan awal Januari 2026 memerlukan kompatibilitas hukum acara yang termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang diberlakukan lebih dari 40 tahun lalu melalui Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981.

Pembahasan reformasi KUHAP saat ini sedang tahap pembahasan untuk revisi oleh DPR bersama pemerintah. Upaya reformasi KUHAP merupakan momentum strategis dalam mewujudkan jaminan perlindungan bagi terpidana mati yang telah menjalani pemenjaraan bertahun-tahun.

Dalam KUHP Baru, mekanisme pidana mati mengalami perubahan dengan menempatkan pidana mati sebagai pidana yang diancamkan alternatif dan membuka peluang komutasi pidana mati. Prasyarat terpidana mati mendapat komutasi diantaranya perubahan perilaku terpuji selama 10 tahun menjalani hukuman percobaan (Pasal 100 ayat 4) atau tidak dilaksanakan eksekusi mati selama 10 tahun sejak keputusan grasi ditolak (Pasal 101).

Pengaturan komutasi yang digariskan KUHP Baru secara prediktif memperkecil peluang eksekusi mati dijalankan. Setidaknya terdapat dua alasan yakni: 1). Dalam waktu 10 tahun setelah terpidana mati mendapatkan putusan final. Meski dalam rentang waktu ini, Jaksa Agung bisa memerintahkan eksekusi mati tapi dipengaruhi oleh perilaku terpidana mati yang tidak menunjukkan perubahan sikap dan perbuatan terpuji.

Di titik ini pembuktian terhadap perilaku terpidana mati menjadi syarat menentukan terlaksana atau tidaknya eksekusi mati. Pada sisi lain kinerja pembinaan dan perawatan oleh Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dipertanyakan jika terpidana mati tidak mengalami perubahan perilaku yang mengakibatkan terpidana mati dieksekusi mati. 2).

Selanjutnya jika setelah percobaan rentang waktu 10 tahun selesai namun komutasi tidak dikabulkan Presiden maka peluang lainnya adalah menjalani pemenjaraan selama 10 tahun terhitung sejak menerima keputusan penolakan grasi, dengan catatan tidak ada eksekusi mati (de facto moratorium).

Pengaturan ini sebenarnya celah hukum untuk mendesak terpidana mati mengajukan grasi sebab regulasi tentang grasi tidak melimitasi waktu pengajuan grasi paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 107/PUU-XIII/2015.

Namun karena kick-off rentang waktu 10 tahun bisa dimulai mensyaratkan keputusan grasi ditolak Presiden terlebih dahulu maka terpidana mati dihadapkan pada pilihan dilematis antara menunda pengajuan grasi dengan konsekuensi kick-off 10 tahun belum dimulai atau mengajukan grasi jika keputusannya nanti ditolak Presiden maka kick-off rentang waktu 10 tahun bisa dimulai seketika itu.

Pemulihan Efektif Lewat KUHAP

Skenario komutasi di atas dengan basis KUHP Baru memiliki implikasi serius terhadap durasi pemenjaraan dapat melampaui 20 tahun yang bertentangan dengan durasi pemenjaraan tidak lebih dari 20 tahun sebagaimana termaktub dalam KUHP Baru.

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru