BREAKING NEWS
Minggu, 05 Oktober 2025

Menakhodai Pembangunan Aceh dengan Syair Perahu

Redaksi - Minggu, 05 Oktober 2025 07:50 WIB
Menakhodai Pembangunan Aceh dengan Syair Perahu
Dr (c) Laksamana Muflih Iskandar Hasibuan Lc. M.Ag. MA., Mahasiswa Program Doktor Pengkajian Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (foto: Ist/BITV)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Oleh:Dr (c) Laksamana Muflih Iskandar Hasibuan Lc. M.Ag. MA.

DI antara warisan intelektual Islam Melayu yang paling kaya makna ialah Syair Perahu, sebuah karya sastra sufistik yang sarat petuah moral dan filsafat kehidupan. Bagi masyarakat Aceh yang tengah berlayar di lautan pembangunan, syair ini sesungguhnya bukan hanya teks masa lalu, melainkan peta nilai untuk menavigasi masa depan.

"Wahai muda, kenali dirimu, ialah perahu tamsil tubuhmu."

Baca Juga:


Begitu pesan pembuka syair yang sangat terkenal. Ia bukan sekadar ajakan mistik, tetapi refleksi mendalam tentang manusia dan masyarakat sebagai perahu yang sedang menempuh perjalanan panjang. Dalam bahasa tafsir, perahu adalah tamsil kehidupan sosial, kemudi adalah kepemimpinan, dayung adalah kerja dan ilmu, bekal adalah moral dan ekonomi, sementara laut adalah lingkungan dan zaman.

Membaca Syair Perahu di tengah konteks Aceh masa kini berarti menafsirkan ulang simbol-simbol itu sebagai strategi pembangunan yang berakar pada nilai-nilai budaya sendiri.

Kemudi: Kepemimpinan dan Tata Kelola
Dalam syair, kemudi menentukan arah perahu. Dalam tafsir pembangunan, kemudi adalah visi dan integritas kepemimpinan.

Aceh membutuhkan nakhoda yang tidak hanya ahli mengatur angka APBA, tetapi mampu membaca arah moral masyarakatnya.

Pembangunan tanpa nilai akan kehilangan arah. Good governance, tata kelola yang jujur, partisipatif, dan akuntabel, adalah bentuk nyata dari kemudi yang lurus.

Pemimpin dalam pandangan Syair Perahu bukan sekadar pengendali kapal, tetapi penjaga keseimbangan antara kepentingan dunia dan keselamatan akhirat, antara pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial.

Dayung: Sumber Daya Manusia
Perahu tidak akan bergerak tanpa dayung. Dalam konteks pembangunan, dayung adalah simbol tenaga kerja, pengetahuan, dan keterampilan.

Aceh masih menghadapi pengangguran muda dan ketimpangan pendidikan yang nyata. Maka investasi terbesar bukan lagi pada infrastruktur fisik, melainkan pada manusia. Pendidikan vokasional, pelatihan maritim, dan pemberdayaan wirausaha muda adalah bentuk nyata dari "dayung" yang harus digerakkan bersama.

Masyarakat Aceh sejak dahulu dikenal tangguh di laut dan tekun di darat. Energi sosial itu perlu dibangkitkan kembali dengan menanamkan etos kerja, disiplin, dan keikhlasan, nilai yang sudah tertulis di antara bait-bait Syair Perahu.

Bekal: Modal Sosial dan Ekonomi
"Jangan berlayar tanpa bekal," demikian amanat syair. Bekal bukan hanya uang, melainkan kejujuran, persaudaraan, dan semangat gotong royong.

Aceh memiliki modal sosial besar yang sayangnya sering terpinggirkan oleh birokrasi dan proyek pembangunan jangka pendek.

Program ekonomi rakyat sering gagal bukan karena kurang dana, melainkan karena hilangnya kepercayaan antarwarga. Padahal, kepercayaan sosial adalah modal utama dalam teori pembangunan berkelanjutan.

Koperasi nelayan, usaha mikro berbasis komunitas, dan ekonomi syariah lokal bisa menjadi bentuk konkret "bekal" baru bagi perjalanan ekonomi Aceh.

Laut: Alam dan Pasar Global

Laut dalam Syair Perahu adalah lambang lingkungan dan tantangan zaman. Aceh dikelilingi lautan luas, dianugerahi potensi kelautan dan perikanan yang besar, tetapi juga rawan terhadap badai bencana dan eksploitasi berlebihan.

Pembangunan Aceh harus berpijak pada paradigma blue economy, memanfaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan sambil menjaga keseimbangan ekologis.

Laut juga berarti arus globalisasi: Aceh tidak bisa menutup diri dari dunia digital dan perdagangan internasional. Maka kemampuan membaca "arus laut" global menjadi prasyarat agar perahu Aceh tidak terombang-ambing oleh gelombang ekonomi dunia.

Pesan Spiritual: Etika dalam Politik dan Ekonomi

Syair Perahu lahir dari akar spiritual yang dalam. Ia mengingatkan bahwa setiap pelayaran sejati harus disertai kesadaran Ilahi.

Bila diterjemahkan dalam konteks kontemporer, ini berarti bahwa pembangunan, sehebat apa pun, tidak boleh kehilangan moralitas.

Politik tanpa etika adalah pelayaran tanpa bintang penunjuk.

Ekonomi tanpa keadilan adalah perdagangan di atas ombak keserakahan.

Maka pembangunan Aceh yang beradab harus menempatkan nilai-nilai Islam dan adat sebagai fondasi. Nilai seperti kejujuran, amanah, kasih sayang sosial, dan tanggung jawab publik bukan tambahan moral, melainkan syarat mutlak agar perahu tidak karam.

Menjadikan Syair Sebagai Peta Jalan
Tafsir terhadap Syair Perahu memberi kita pelajaran penting: bahwa masa lalu bukan beban, melainkan sumber inspirasi bagi masa depan.
Syair ini bisa dijadikan model konseptual pembangunan Aceh:
- Kemudi sebagai simbol kepemimpinan yang visioner,
- Dayung sebagai pendidikan dan keterampilan rakyat,
- Bekal sebagai ekonomi sosial yang jujur dan mandiri,
- Laut sebagai lingkungan dan tantangan global yang harus dihadapi dengan bijak.

Bila setiap unsur ini terhubung, maka perahu bernama "Aceh" akan berlayar dengan mantap menuju dermaga kesejahteraan.

Kita tidak lagi sekadar mengutip syair lama, tetapi menafsirkan dan menghidupkannya dalam kebijakan, pendidikan, dan perilaku publik.

Membangun Aceh berarti menakhodai perahu besar di tengah ombak zaman. Syair-syair klasik seperti Syair Perahu bukan sekadar karya sastra, melainkan kompas moral bagi perjalanan kolektif kita.

Selama kemudi lurus, dayung kuat, bekal cukup, dan arah dibimbing nilai, maka pelayaran ini akan sampai pada tujuan: Aceh yang damai, adil, dan makmur dalam bingkai peradaban Islami.*


*)Penulis adalahMahasiswa Program Doktor Pengkajian Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
beritaTerkait
Prakiraan Cuaca Aceh Hari Ini, Minggu 5 Oktober 2025: Sebagian Besar Wilayah Berawan
Tertimbun Longsor Saat Tambang Emas, Seorang Penambang Tradisional di Aceh Jaya Tewas
Dorong Koperasi Digital, Ratusan Pengurus KDKMP Simalungun Ikuti Workshop Operasionalisasi SIMKOPDES
Menaker Yassierli: Kemandirian Ekonomi Butuh SDM Kompetitif dan Hubungan Industrial Harmonis
Kapolda Aceh Ajak Warga Tinggalkan Perpecahan, Fokus Bangun Harmoni dan Kesejahteraan
Rekonstruksi Pemikiran Ulama Abdurrauf As-Singkili dalam Membangun Aceh Berbasis Ilmu, Adab, dan Keadilan
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru