BREAKING NEWS
Sabtu, 20 Desember 2025

Gerakan Anak Muda dan Politik Musiman

BITV Admin - Jumat, 19 Desember 2025 07:42 WIB
Gerakan Anak Muda dan Politik Musiman
Mahasiswa dari berbagai kampus menggelar aksi demonstrasi satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin, 20 Oktober 20225. (foto: Adi Ibrahim/CNN)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

Ketika ruang alternatif itu sedang ramai, kita melihat "kenaikan" pada gerakan anak muda. Namun, ketika ruang tersebut kembali dibungkam, disusupi, atau disempitkan, kita melihat 'penurunan'. Padahal energi itu tidak hilang namun hanya melintas ke tempat atau ruang lain.

Naik-turunnya gerakan juga tidak bisa dilepaskan dari kenyataan hidup generasi muda. Survei Indeks Optimisme Masyarakat Indonesia yang dilakukan Good News from Indonesia (GNFI) bersama GoodStats (2025) menunjukkan bahwa generasi muda memiliki tingkat optimisme paling rendah dibandingkan generasi yang lebih tua.

Kondisi ini mencerminkan tekanan ganda yang mereka hadapi, mulai dari ketidakstabilan ekonomi, kompetisi ketat di pasar kerja, hingga ketidakpastian global yang berkepanjangan.

Dalam konteks semacam itu, aktivisme tidak berlangsung di ruang steril tanpa tekanan ekonomi.

Anak muda bergerak di tengah dunia yang penuh ketidakpastian, bahkan lebih rapuh dibandingkan generasi sebelumnya. Banyak dari mereka ingin memperbaiki dunia, tetapi pada saat yang sama harus berjuang membangun hidupnya sendiri.

Ketika sistem tidak memberi kestabilan, aktivisme kerap menjadi kerja emosional yang melelahkan. Kita sering lupa bahwa aktivisme bukan pekerjaan bergaji. Ia adalah kerja eksistensial yang menuntut energi emosional, waktu istirahat yang cukup, dukungan sosial, dan keyakinan bahwa perjuangan ini bermakna.

Dalam kondisi demikian, aktivisme bukan sekadar pilihan moral, tetapi medan konsentrasi emosi.

Karena itu, anak muda bukan tidak peduli namun mereka jenuh. Mereka bukan apatis tapi mereka letih. Letih bertahan hidup, letih menjaga kesehatan mental, dan letih menavigasi dunia yang tak memberi banyak jaminan.

Ketika keletihan ini bertemu dengan represi dan kekecewaan, energi gerakan pun menurun. Dan ketika itu terjadi, kita terlalu cepat menghakimi mereka 'berhenti berjuang', padahal yang mereka lakukan hanyalah kembali menarik napas.

Kondisi gerakan yang tampak menurun ini juga bukan terutama disebabkan oleh apatisme, melainkan oleh kekecewaan terhadap institusi.

Berbagai studi global menunjukkan pola serupa: anak muda tertarik pada politik, tetapi tidak percaya pada lembaga-lembaga yang ada; mereka ingin terlibat, tetapi tidak diberi peran yang bermakna.

Andrea Cornwall (2004) menyebut situasi ini sebagai invited space: ruang partisipasi di mana anak muda diundang ke forum dan konsultasi publik, tetapi lebih sering hadir sebagai dekorasi.

Editor
: Adelia Syafitri
0 komentar
Tags
beritaTerkait
PNBP dan Layanan Digital Jadi Penopang Kinerja Kemenkum 2025
Misteri Surat Aceh ke PBB dan Penanganan Bencana
Andi Jaka Sipahutar Kembali Nakodai DPC PDIP Tapanuli Selatan 2025–2030, Konsolidasi Partai Diperkuat
Rakerda PWI Sumut 2025 Dibuka, Wagub Ingatkan Kebebasan Pers Bukan Tanpa Batas
Domain .bali.id Resmi Diluncurkan, Bali Siap Bersinar di Kancah Internet Internasional
Bangun Karakter Unggul, Siswa SMAN 49 Jakarta Diajari Anti-Bullying dan Pencegahan Radikalisme
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru