Industri Teknologi AS Peringatkan Risiko Aturan Baru Chip AI

Jakarta – Sekelompok pelaku industri teknologi mendesak pemerintahan Presiden Joe Biden menahan diri dari mengeluarkan aturan kontrol akses chip AI di masa akhir jabatannya. Mereka menilai pembatasan tersebut bisa melemahkan posisi Amerika Serikat (AS) dalam persaingan kecerdasan buatan.

Dewan Industri Teknologi Informasi (ITI), yang mewakili perusahaan seperti Amazon, Microsoft, dan Meta, menyatakan regulasi tersebut akan membatasi kemampuan perusahaan AS menjual sistem komputasi ke luar negeri, membuka peluang dominasi pasar oleh pesaing.

Mengutip laporan Reuters, rencana aturan dari Departemen Perdagangan bertujuan mencegah pihak tak bertanggung jawab mengakses chip AI, tetapi juga membatasi ekspor globalnya. Tujuan utama pembatasan adalah mencegah teknologi AI meningkatkan kemampuan militer China.

Baca Juga:

• Pengamat Soroti Serangan terhadap Jenderal (Purn) Dudung Abdurachman: “Framing Tidak Berdasar, Bernuansa Politis”
• Pemerintah Beri Tunjangan Hingga Rp30 Juta bagi Dokter di Wilayah Terpencil, Mensesneg: Terealisasi Bulan Depan

Dalam surat kepada Menteri Perdagangan Gina Raimondo, CEO ITI Jason Oxman mengkritik langkah pemerintah yang dinilai tergesa-gesa. “Terburu-buru menyelesaikan aturan kompleks dapat menyebabkan konsekuensi buruk yang signifikan,” ujar Oxman dalam surat tertanggal 7 Januari yang salinannya diperoleh Reuters.

Meski mendukung keamanan nasional, surat itu memperingatkan risiko serius bagi kepemimpinan global AS di sektor AI. ITI mendesak kontrol semacam ini diterapkan melalui undang-undang, bukan regulasi, mengingat dampaknya yang luas secara geopolitik dan ekonomi. Hingga kini, Departemen Perdagangan maupun Gedung Putih belum memberikan tanggapan resmi.

Baca Juga:

• Menko Perekonomian Sanggah Isu Manipulasi Data Ekonomi
• Menaker Paparkan Strategi Penguatan Ekosistem Ketenagakerjaan di RAKERKONAS APINDO

(christie)