BREAKING NEWS
Minggu, 22 Juni 2025

Meningkatnya Fenomena Kumpul Kebo di Indonesia, Apa Penyebabnya?

Redaksi - Minggu, 23 Februari 2025 16:36 WIB
269 view
Meningkatnya Fenomena Kumpul Kebo di Indonesia, Apa Penyebabnya?
Ilustrasi
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

BITVONLINE.COM -Fenomena pasangan muda tanpa ikatan pernikahan yang memilih tinggal bersama atau dikenal dengan istilah 'kumpul kebo' belakangan ini semakin banyak terjadi di Indonesia. Tak hanya di kalangan masyarakat umum, fenomena ini juga merambah di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN). Terbaru, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Zudan Arif memecat 8 ASN yang terbukti melanggar kode etik, dengan salah satunya terlibat dalam hubungan kumpul kebo.

Menurut laporan terbaru, pelanggaran yang dilakukan oleh para ASN ini beragam, mulai dari tidak hadir di tempat kerja, penyalahgunaan narkoba, hingga terlibat dalam hubungan tanpa ikatan resmi yang mengarah pada 'kumpul kebo'. Meskipun fenomena ini sudah lama terjadi, terutama di kalangan anak muda, pelanggaran yang melibatkan ASN menimbulkan perhatian khusus.

Baca Juga:

Sebuah laporan dari The Conversation menyebutkan bahwa fenomena kumpul kebo seringkali dipandang sebagai bentuk hubungan yang lebih bebas dan murni oleh sebagian kalangan, meskipun dalam budaya dan tradisi Indonesia yang menjunjung tinggi nilai pernikahan, hal ini masih dianggap tabu. Bagi sebagian pasangan muda, pernikahan dianggap sebuah institusi yang penuh aturan rumit, sementara hubungan 'kumpul kebo' dianggap lebih bebas dan tanpa beban.

Fenomena ini pun lebih banyak ditemukan di wilayah bagian Timur Indonesia, di mana kebanyakan penduduknya beragama non-Muslim. Studi tahun 2021 yang dipublikasikan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan bahwa di kota Manado, Sulawesi Utara, terdapat 0,6 persen dari total populasi yang memilih hidup bersama tanpa ikatan pernikahan.

Baca Juga:

Menurut peneliti BRIN, Yulinda Nurul Aini, ada beberapa alasan yang mendasari fenomena ini, seperti beban finansial, prosedur perceraian yang rumit, serta masalah penerimaan sosial terhadap hubungan tersebut. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa banyak pasangan yang terlibat dalam kohabitasi ini berusia di bawah 30 tahun, memiliki pendidikan rendah, dan bekerja dalam sektor informal.

Namun, fenomena ini memiliki dampak yang cukup besar, baik secara ekonomi maupun kesehatan. Secara hukum, pasangan yang terlibat dalam 'kumpul kebo' tidak memiliki jaminan perlindungan finansial, terutama bagi perempuan dan anak-anak. Hal ini mengarah pada ketidakpastian mengenai pembagian aset, nafkah, hak asuh anak, serta hak waris jika hubungan tersebut berakhir.

Dari sisi kesehatan, pasangan yang memilih hidup bersama tanpa pernikahan juga menghadapi berbagai masalah terkait kepuasan hidup dan kesehatan mental, karena kurangnya komitmen dan ketidakpastian mengenai masa depan hubungan tersebut. Selain itu, anak-anak yang lahir dari hubungan kohabitasi cenderung menghadapi stigma sosial yang berpotensi mengganggu perkembangan psikologis mereka.

Fenomena 'kumpul kebo' menunjukkan adanya perubahan pola pikir generasi muda dalam memandang hubungan dan pernikahan. Namun, meskipun dianggap sebagai bentuk hubungan yang lebih alami bagi sebagian orang, dampaknya terhadap keluarga dan masyarakat patut menjadi perhatian.

(cb/a)

Editor
: Redaksi
Tags
beritaTerkait
Pria di Sergai Dilaporkan karena Hina Bupati dan Kapolres di Facebook, Polisi Dalami Dugaan Pelanggaran UU ITE
Dorong Semangat Belajar! BRI RO Medan Salurkan Bantuan Perlengkapan Sekolah untuk Murid SDN 066650 Medan
Hiburan Malam Tak Berizin Akan Ditindak, Pemkab Paluta: Bukan Anti Investasi, Tapi Ketertiban Umum dan Norma Sosial Harus Jadi Prioritas
Polda Jambi Bagikan 4.500 Paket Sembako bagi Marbot, Penggali Kubur, dan Ojek Online di Hari Bhayangkara
Koramil Mendoyo Gelar Bakti Sosial di SMPN 5, Wujud Kepedulian TNI terhadap Dunia Pendidikan
Padangsidimpuan Salurkan 59 Paket Bantuan Sosial, Komitmen Atasi Kemiskinan Ekstrem
komentar
beritaTerbaru