BREAKING NEWS
Minggu, 05 Oktober 2025

Menkum Supratman Tegaskan Presiden Diberikan Hak Grasi Berdasarkan UUD, Namun Harus Sesuai Prosedur

BITVonline.com - Sabtu, 28 Desember 2024 03:43 WIB
Menkum Supratman Tegaskan Presiden Diberikan Hak Grasi Berdasarkan UUD, Namun Harus Sesuai Prosedur
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA- Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa Presiden Republik Indonesia memiliki sejumlah hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD), termasuk memberikan grasi kepada seseorang yang tengah dihukum dalam kasus pidana. Grasi ini dapat berupa pengurangan masa hukuman bagi terpidana, namun Supratman mengingatkan bahwa pemberian grasi harus memenuhi ketentuan yang ada di dalam konstitusi.

“Kalau grasi harus minta pertimbangan ke Mahkamah Agung,” ujar Supratman saat ditemui di Kantornya, pada Jumat (27/12/2024).

Pernyataan tersebut disampaikan terkait komentar Presiden Prabowo Subianto beberapa waktu lalu, yang menyebutkan bahwa koruptor yang mengembalikan kekayaan negara yang telah dicuri dapat diampuni atas kesalahannya. Menanggapi hal tersebut, Supratman menegaskan bahwa tidak ada perbedaan pendapat antara pernyataan Presiden dengan jajaran menteri Kabinet Merah Putih. Ia juga mengingatkan agar tidak ada pihak yang membenturkan antara ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dengan konstitusi yang lebih tinggi.

Supratman menjelaskan, meskipun dalam UU Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa pengembalian kekayaan negara tidak menghapuskan tindak pidana, hal tersebut tidak bertentangan dengan hak presiden untuk memberikan grasi, amnesti, abolisi, atau rehabilitasi.

“Presiden diberi hak oleh Undang-Undang Dasar untuk memberikan grasi. Namun, itu tidak bisa dilakukan secara sembarangan, harus melalui prosedur yang ada,” ujarnya.

Selain grasi, Supratman juga menyebutkan bahwa presiden berhak memberikan amnesti, abolisi, dan rehabilitasi sesuai dengan ketentuan dalam UUD. Namun, pemberian hak-hak tersebut juga tidak bisa dilakukan dengan serta-merta. Misalnya, jika presiden hendak memberikan amnesti yang menghapuskan kesalahan seseorang, maka presiden harus terlebih dahulu meminta pertimbangan kepada DPR.

Demikian juga halnya dengan abolisi, yang berarti menghentikan atau tidak melanjutkan perkara yang sedang berjalan. Menurut Supratman, pelaksanaan hak-hak tersebut tergantung pada kebijakan presiden, dan tidak ada batasan dalam UUD mengenai jenis tindak pidana yang dapat dikenakan hak tersebut.

“Tindak pidana apapun, tidak ada batasan dalam UUD. Presiden diberi hak untuk itu. Tetapi apakah presiden akan menjalankannya, kita tunggu keputusan dan kebijakannya,” kata Supratman.

Ia menekankan bahwa tidak ada yang salah dengan hak presiden ini, dan berharap agar publik tidak membenturkan langkah-langkah tersebut dengan Pasal 55 KUHP yang mengarah pada penyertaan dalam tindak pidana.

Pernyataan Menkum ini menanggapi wacana yang muncul tentang pengampunan bagi koruptor yang mengembalikan uang negara, yang belakangan menjadi perdebatan di kalangan publik. Supratman mengingatkan bahwa segala langkah terkait grasi, amnesti, atau abolisi harus melalui prosedur yang sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

(N/014)

0 komentar
Tags
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru