TAPANULI SELATAN – Di balik keindahan alam Kecamatan Arse, Kabupaten Tapanuli Selatan, terdapat persoalan infrastruktur yang menjadi keluhan utama warga.
Jalan penghubung sepanjang ±5,5 kilometer menuju Desa Pinagar yang rusak parah menjadi penghambat aktivitas sehari-hari masyarakat, sekaligus membatasi geliat ekonomi, pendidikan, dan sektor pariwisata.
Kondisi ini semakin memprihatinkan saat musim hujan. Jalan berubah menjadi lintasan berlumpur yang licin, menyulitkan mobilitas warga, terlebih anak-anak sekolah dan petani.
Tak jarang kendaraan terjebak, dan anak-anak tiba di sekolah dalam kondisi pakaian kotor dan kelelahan.
"Kadang sepatu anak saya tertinggal di lumpur. Mereka sudah capek sebelum sampai sekolah," tutur Siti, seorang ibu rumah tangga yang setiap pagi mengantar anaknya ke sekolah.
Beban paling berat dirasakan para petani. Jalan yang rusak mengakibatkan biaya pengangkutan hasil panen membengkak, bahkan tak sebanding dengan nilai jual produk.
"Rasanya mau menangis. Kami tanam, rawat, panen… tapi uang habis di ongkos," ungkap Tarman, seorang petani, sambil menunjuk kendaraan yang terperosok di jalan berlumpur.
Tak hanya sektor ekonomi, jalan rusak juga berdampak pada pelayanan kesehatan dan pendidikan.
Masyarakat yang membutuhkan perawatan medis harus menempuh perjalanan panjang dan berisiko.
Anak-anak sekolah dari desa ke pusat kota harus bangun lebih pagi dan menantang medan berat setiap hari.
Zainal Abidin, salah satu tokoh masyarakat, menggambarkan situasi ini sebagai "urat nadi yang tersumbat".