BREAKING NEWS
Selasa, 29 Juli 2025

Sekolah Lima Hari Akan Diterapkan di Sumut, Abyadi Siregar Tertawa Lebar: Alasannya Lawak-lawak

Adelia Syafitri - Kamis, 05 Juni 2025 18:02 WIB
812 view
Sekolah Lima Hari Akan Diterapkan di Sumut, Abyadi Siregar Tertawa Lebar: Alasannya Lawak-lawak
Direktur MATA Pelayanan Publik Abyadi Siregar
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

MEDAN – Direktur MATA Pelayanan Publik Abyadi Siregar tertawa lebar ketika diminta komentarnya terkait rencana Gubernur Sumut untuk menerapkan sekolah lima hari. Apalagi alasan penerapan kebijakan itu, menurutnya sangat lawak-lawak dan tidak berorientasi peningkatan kualitas pendidikan.

"Hahahaha, kayaknya Pak Bobby Nasution ingin membuat kebijakan popular seperti Dedy Mulyadi di Jawa Barat. Sayangnya, kebijakan ini tidak menarik. Apalagi alasannya sangat lawak-lawak," tegas Abyadi Siregar.

Ketika dihubungi wartawan melalui telepon selular, Kamis (05/06/2025), Abyadi mengaku, memang dalam otonomi daerah, pemerintah daerah provinsi memiliki kewenangan mengatur soal pendidikan. Tapi jangan menafsirkan kewenangan itu secara kebablasan. Perlu kajian matang dengan melibatkan semua stakeholder.

Baca Juga:

"Nah, di sinilah peran strategis Dinas Pendidikan sebagai pembantu gubernur dalam mengelola sektor pendidikan. Harus bisa memberi pertimbangan dan masukan yang benar kepada gubernur, sehingga tidak salah dalam mengambil keputusan," tegas Abyadi Siregar.

Mantan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut dua periode ini, kemudian tertawa dengan menyebut alasan-alasan penerapan sekolah lima hari tersebut.

Baca Juga:

"Saya membaca, alasan penerapan sekolah lima hari itu, di antaranya agar murid lebih banyak waktu bersama orang tua. Alasan lebih lucu lagi, akan berdampak kepada pariwisata Sumut," tanya Abyadi sambil tertawa.

Menurut Abyadi, kedua alasan itu tidak menggambarkan upaya mendorong peningkatan kualitas pendidikan Sumut. Tidak bagian dari upaya mendorong murid lebih giat belajar. Bukan juga bagian dari upaya mencerdaskan generasi bangsa. Tapi justru mendorong murid lebih banyak santai dan bermain.

"Padahal, Dinas Pendidikan itu seharusnya berjuang agar anak anak didik Sumut memiliki prestasi akademik. Tapi, arah kebijakan Dinas Pendidikan kita ini sepertinya lain," kata Abyadi.

Menurut Abyadi, sebetulnya, orang tua itu kan berharap waktu anak-anak lebih banyak di sekolah. Dengan begitu, keseharian waktu anak-anak akan lebih terkontrol dan terarah. Karena berada di lingkungan sekolah dan dalam pengawasan guru.

Orang tua pasti tidak menginginkan waktu anak-anak lebih banyak bermain, santai dan keluyuran. "Dengan sekolah hanya lima hari, itu artinya waktu anak-anak lebih banyak bermain, santai dan keluyuran bersama teman-temannya. Tidak terkontrol. Nah, justru kondisi seperti inilah yang dikhawatirkan anak-anak semakin nakal," katanya.

Yang lebih lucu lagi, lanjut Abyadi, alasan untuk memberi dampak terhadap pariwisata Sumut. "Ini alasan apa? Maksudnya gimana?" tanya Abyadi sambil tertawa.

Apakah maksudnya, dengan diliburkannya murid pada hari Sabtu, lalu diharapkan anak-anak bersama teman-temannya atau bersama keluarganya, akan mengunjungi objek-objek wisata di Sumut? Sehingga jumlah kunjungan wisatawan ke objek wisata di Sumut meningkat?

"Bila ini alasannya, ini benar-benar konyol. Lawak-lawak. Ini bentuk kegagalan program Dinas Pendidikan Sumut dalam mendorong generasi kita memiliki prestasi akademik," katanya.

KAJI ULANG

Sehubungan dengan itu, Abyadi Siregar berharap, sebelum kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub), sebaiknya perlu dikaji ulang lebih dalam.

Dinas Pendidikan Sumut harus segera mengambil inisiatif. Undang semua skateholder pendidikan. "Pak gubernur harus diberi masukan yang benar, sehingga mengambil keputusan yang tepat," harap Abyadi.

Abyadi menjelaskan, dalam otonomi daerah, pemerintah daerah memang memiliki kewenangan mengelola pendidikan. Tapi, ia berharap kewenangan itu jangan ditafsirkan kebablasan. Seharusnya, kewenangan itu dilakukan untuk mendorong prestasi akademik murid.

Misalnya, mengembangkan satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal, menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan daerah dan potensi lokal. Meningkatkan kualitas pendidikan melalui pemanfaatan sumber daya lokal.

Yang lebih penting lagi, merespon kebutuhan masyarakat lebih cepat. "Ini sangat penting. Misalnya, menindaklanjuti keresahan masyarakat atas maraknya pungutan liar di sektor pendidikan. Ini keresahan yang sudah sangat lama. Terutama saat tahun ajaran baru," katanya.

Kemudian, merespon tentang kekurangan jumlah satuan pendidikan (sekolah) maupun sarana dan prasarana pendidikan. "Sampai sekarang masih banyak sekolah yang menerapkan masuk pagi dan masuk sore. Artinya, ada siswa masuk pagi, dan ada masuk sore. Ini terjadi akibat kekurangan jumlah sekolah. Ini mestinya jadi kajian penting," katanya.

Menutup komentarnya, Abyadi Siregar berharap, rencana penerapan sekolah lima hari itu, bukan merupakan program terselubung dengan tujuan efisiensi anggaran.

"Dengan sekolah lima hari, mungkin akan mengurangi anggaran di sektor pendidikan dan digunakan ke sektor lain. Kalau begini, jangan korbankan sektor pendidikan untuk kepentingan lain," harap Abyadi.*

Editor
: Redaksi
Tags
komentar
beritaTerbaru