BREAKING NEWS
Kamis, 26 Juni 2025

Mendiktisaintek: Negara Maju Gemar Membaca, Negara Berkembang Gemar Menonton

Adelia Syafitri - Rabu, 25 Juni 2025 23:00 WIB
50 view
Mendiktisaintek: Negara Maju Gemar Membaca, Negara Berkembang Gemar Menonton
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto. (foto: tangkapan layar yt sccic living lab)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA – Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto, menegaskan bahwa budaya membaca merupakan indikator utama kemajuan sebuah bangsa.

Sebaliknya, negara-negara yang masih dalam kategori berkembang dinilainya cenderung memiliki budaya menonton yang lebih dominan dibanding membaca.

Hal tersebut disampaikan Brian dalam International Conference on the Transformation of Pesantren (ICTP) yang digelar pada Rabu (25/6/2025) di salah satu hotel kawasan Sudirman, Jakarta Pusat.

Baca Juga:

Acara tersebut turut dihadiri perwakilan pondok pesantren (ponpes) dari berbagai daerah di Indonesia.

"Membaca buku adalah budaya negara yang sudah maju. Menonton adalah budaya negara berkembang. Sekarang kita lihat, kita lebih senang membaca atau menonton? Kalau lebih senang menonton, berarti kita masih sebagai negara berkembang," ujar Brian di hadapan para pengurus pesantren.

Baca Juga:

Menurut Brian, kebiasaan membaca akan mengasah kemampuan analitis seseorang.

Ia mengibaratkan semakin sering seseorang membaca, maka semakin tajam pula 'pisau' berpikir yang dimilikinya.

Oleh karena itu, ia mendorong pembiasaan membaca sejak dini, terutama di lingkungan pendidikan berbasis pesantren.

"Anak-anak di negara maju seperti di Barat, sejak SD kerjanya hanya dua, yaitu membaca dan menulis. Mereka membaca, kemudian merangkumnya, menuliskannya kembali. Ini yang membentuk kerangka berpikir yang kuat," jelasnya.

Brian pun menitipkan harapan agar pondok pesantren dapat meniru kebiasaan tersebut dengan menyediakan koleksi buku yang memadai bagi para santri, guna membangun budaya literasi yang kuat.

Ia juga mengingatkan bahaya penggunaan gawai secara berlebihan di kalangan pelajar.

"Yang dilihat anak-anak kita seharusnya buku, bukan handphone. Handphone ini membuat seseorang menjadi terlalu instan. Bahkan ada penelitian, anak yang tidak punya kerangka berpikir lalu langsung pakai ChatGPT, itu malah makin bodoh," tegas Brian.

Meski demikian, Brian mengakui bahwa penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) tidak bisa dihindari.

Namun ia menekankan pentingnya pendampingan agar pemanfaatan AI tidak justru menggerus kemampuan berpikir kritis generasi muda.

"Kita memang harus menggunakan AI, kalau tidak kita akan tertinggal. Tapi kalau pakai AI tanpa framework yang dibangun dari kepala sendiri, itu akan menurunkan kapasitas berpikir. Critical thinking kita bisa hancur," ujarnya.

Untuk itu, lanjut Brian, membangun daya pikir kritis adalah kunci utama di era kemajuan teknologi saat ini.

Ia meyakini bahwa kebiasaan membaca akan memperkaya referensi dan memperkuat daya analisa individu.

"Kemampuan menganalisa, membaca suasana, dan menyampaikan pendapat, this is very very important. Ini yang harus terus kita latih agar bangsa kita bisa maju," pungkasnya.*

(d/a008)

Editor
: Adelia Syafitri
Tags
beritaTerkait
Kemendikdasmen Luncurkan Beasiswa S1 dan D4 untuk Guru, Targetkan 12.500 Penerima di 2025
Revitalisasi Pendidikan Nasional di Era Baru: Sinergi Kinerja dan Arah Transformasi
Tahun Depan, Coding dan AI Resmi Masuk Kurikulum Sekolah Mulai SD hingga SMA
Menyerahkan Dokumen Pembahasan dan Klarifikasi kepada Kemensos RI, Bentuk Langkah Nyata Pemko Padangsidimpuan Wujudkan Sekolah Rakyat
Era AI dan Digitalisasi, Sofyan Tan Ajak Guru Terapkan Pembelajaran Mendalam agar Siswa Lebih Kritis dan Aktif Bertanya
komentar
beritaTerbaru