BREAKING NEWS
Selasa, 04 November 2025

Disebut Ucapkan Kata ‘Tolol’, Ahmad Sahroni Dapat Pembelaan Ahli di Sidang MKD

Adam - Senin, 03 November 2025 16:55 WIB
Disebut Ucapkan Kata ‘Tolol’, Ahmad Sahroni Dapat Pembelaan Ahli di Sidang MKD
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/11/2024).(Foto: KOMPAS.com/Rahel)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA — Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI terhadap lima anggota DPR nonaktif kembali digelar pada Senin (3/11/2025).

Dalam sidang yang menghadirkan sejumlah ahli dan saksi itu, dua ahli turut memberikan pembelaan terhadap anggota DPR dari Fraksi NasDem, Ahmad Sahroni, yang sebelumnya menjadi sorotan publik karena pernyataannya menjelang aksi demonstrasi akhir Agustus lalu.

Lima anggota DPR nonaktif yang disidang antara lain Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach (NasDem), Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan Surya Utama alias Uya Kuya (PAN), serta Adies Kadir (Golkar).

Salah satu ahli, Trubus Rahardiansyah, ahli sosiologi, menegaskan bahwa pernyataan Ahmad Sahroni tidak bisa dikategorikan sebagai ujaran kebencian atau penghinaan. Menurutnya, ucapan tersebut harus dipahami dalam konteks situasi politik yang melatarbelakanginya.

"Apa yang disampaikan Pak Ahmad Sahroni itu merespons setting atau situasi yang melatarbelakanginya. Saya melihat apa yang disampaikan itu tidak menyinggung apa pun," ujar Trubus dalam sidang MKD di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (3/11).

Ia menilai potongan video berisi ucapan Sahroni yang menggunakan kata "tolol" telah dipelintir hingga keluar dari konteks aslinya.

"Kata itu justru bentuk penegasan bahwa tidak mungkin DPR dibubarkan, karena sistem pemerintahan kita bukan parlementer," jelasnya.

Trubus juga menyoroti maraknya praktik manipulasi informasi di media sosial yang kerap memutarbalikkan fakta untuk menggiring opini publik.

"Arahnya memang ke sana, manipulasi. Padahal di Pasal 35 UU ITE jelas dilarang mengubah atau memanipulasi informasi digital," tegasnya.

Ahli lain, Gustia Aju Dewi, pakar analisis perilaku, menyoroti fenomena disinformasi dan hoaks yang berkembang di media sosial. Ia menilai, potongan-potongan video yang tidak utuh sering dimanfaatkan untuk membentuk persepsi publik yang salah.

"Zaman sekarang perang bukan lagi dengan senjata api, tapi dengan informasi yang diselewengkan. 90% tampak benar, tapi 10% kebenarannya disembunyikan sehingga menjadi disinformasi," ujar Gustia di hadapan majelis MKD.

Gustia menegaskan, pelaku penyebaran hoaks maupun disinformasi dapat dilacak melalui teknologi digital forensik berbasis kecerdasan buatan (AI).

Editor
: Mutiara
0 komentar
Tags
beritaTerkait
komentar
Masuk untuk memberikan atau membalas komentar.
beritaTerbaru