JAKARTA -Suasana ruang rapat Komisi I DPR RI dipenuhi dengan ketegangan saat para anggota parlemen, bersama Menkominfo Budi Arie Setiadi dan perwakilan BSSN, berkumpul untuk mendiskusikan serangan ransomware yang telah melumpuhkan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Serangan ini tidak hanya menyebabkan gangguan pada berbagai layanan publik, tetapi juga memunculkan keprihatinan akan keamanan siber nasional.
Budi Arie Setiadi, Menkominfo, memberikan gambaran serius tentang dampak global serangan ransomware ini. Ia menjelaskan bahwa Indonesia, meskipun terkena dampak, hanya merasakan sekitar 0,67% dari total serangan, sedangkan negara-negara seperti Amerika Serikat mengalami porsi serangan yang jauh lebih besar, mencapai 40,34%. Fakta ini menunjukkan skala dan luasnya ancaman yang dihadapi tidak hanya oleh Indonesia tetapi juga oleh seluruh dunia.
“Ransomware ini merupakan versi terbaru yang menimpa sistem keamanan kita,” ungkap Budi dalam rapat tersebut, menekankan urgensi untuk meningkatkan kewaspadaan dan perlindungan terhadap infrastruktur siber nasional.
Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, dengan tegas menegaskan tujuan rapat kerja ini adalah untuk mendapatkan penjelasan menyeluruh dari pihak Kominfo dan BSSN terkait serangan yang menyebabkan lumpuhnya PDNS. “Kami perlu memastikan bahwa tidak ada kebocoran data yang signifikan, tetapi kegagalan dalam melindungi data pribadi sudah kita anggap terjadi,” ujar Meutya sebelum memulai rapat.
Serangan terhadap PDNS tidak hanya menjadi isu teknis, tetapi juga mencuatkan perdebatan tentang urgensi keamanan siber dan perlindungan infrastruktur nasional. “Ransomware menjadi peringatan serius bagi kita semua tentang pentingnya infrastruktur keamanan nasional,” tambah Meutya, menyoroti tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah dalam melindungi data sensitif dan infrastruktur penting dari serangan siber.
Dalam rapat yang berlangsung intens ini, para anggota Komisi I DPR RI menyoroti perlunya langkah-langkah konkret untuk memperkuat pertahanan siber Indonesia dan mencegah serangan serupa di masa depan. Diskusi meluas tentang kebijakan keamanan siber, kerjasama internasional dalam memerangi kejahatan siber, dan peningkatan kapasitas teknis menjadi fokus utama dari pertemuan tersebut.
Rapat kerja ini juga mencerminkan keseriusan pemerintah dan lembaga terkait dalam menanggapi ancaman serius terhadap keamanan siber nasional. Dengan meningkatnya kompleksitas dan intensitas serangan siber global, langkah-langkah preventif dan responsif menjadi krusial untuk menjaga kedaulatan data dan infrastruktur negara.
Sebagai hasil dari rapat tersebut, diharapkan adanya langkah-langkah konkret yang dapat dilaksanakan untuk memperkuat pertahanan siber Indonesia, melindungi data pribadi masyarakat, dan mengamankan infrastruktur nasional dari ancaman serangan siber yang semakin canggih dan menantang.
(N/014)
Budi Arie: Serangan Ransomware di RI Hanya 0,67%, di Amerika 40,34%