Di Indonesia, meskipun umat Islam merupakan mayoritas, Shohibul menyatakan bahwa Islamofobia tidak bisa diabaikan. "Perlakuan tidak adil terhadap tokoh-tokoh Islam kritis dan pembubaran kelompok sosial tanpa proses hukum yang transparan mencerminkan bias struktural terhadap umat Islam," ujarnya.
Kasus perburuan hukum terhadap Habib Rizieq Shihab yang berujung pada insiden tragis di KM 50 pada Desember 2020, disebut Shohibul sebagai bukti nyata ketidakamanan umat Islam di tanah air.
Ia juga mengutip pendapat ilmuwan Belanda, B.J.O. Schrieke dan Wertheim, yang menilai bahwa warisan kolonial telah menciptakan mentalitas minoritas pada umat Islam Indonesia, meskipun mereka mayoritas secara jumlah.
"Snouck Hurgronje, sebagai penasihat kolonial, memang secara sistematis bekerja untuk melemahkan posisi politik umat Islam," tegasnya.
Shohibul menyoroti bahwa solidaritas kuat umat Islam Indonesia terhadap perjuangan Palestina, sering kali menjadi penyebab kecurigaan dan perlakuan buruk dari aparat atau pihak tertentu.
"Padahal, dukungan terhadap Palestina selaras dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan," tegasnya.
Menghimpit Pundak Umat Islam
Selain itu, lanjut Shohibul, meski bukan katagori fenomena Islamofobia, di Indonesia, sebuah realitas tak terhindarkan menghimpit pundak umat Islam: kewajiban ganda membayar pajak kepada negara dan menunaikan zakat sebagai rukun Islam.
Kondisi ini disadari betul oleh berbagai kalangan, mulai dari pejabat negara hingga para ulama, yang memahami beratnya tanggung jawab finansial yang diemban oleh mayoritas penduduk Indonesia ini.
Pajak, sebagai kontribusi wajib warga negara kepada kas negara, menurutnya, merupakan fondasi penting bagi pembangunan dan penyelenggaraan negara. Sementara itu, zakat, sebagai salah satu rukun Islam, adalah ibadah maliyah yang memiliki dimensi sosial dan ekonomi yang mendalam, bertujuan untuk membersihkan harta dan memberdayakan kaum dhuafa.
Kewajiban ganda ini seringkali menjadi perbincangan dan menimbulkan pertanyaan di kalangan umat Islam. Meskipun keduanya memiliki tujuan yang mulia, beban finansial yang ditimbulkan tidak bisa dianggap ringan.
Para pengamat ekonomi Islam dan tokoh agama seringkali menyoroti perlunya sinergi dan pemahaman yang lebih mendalam terkait pengelolaan kedua kewajiban ini agar tidak memberatkan masyarakat.