BREAKING NEWS
Senin, 28 Juli 2025

Sri Mulyani: Kebijakan Trump Berpotensi Kenakan Tarif Impor Tinggi pada ASEAN, Termasuk Vietnam

BITVonline.com - Rabu, 13 November 2024 07:28 WIB
54 view
Sri Mulyani: Kebijakan Trump Berpotensi Kenakan Tarif Impor Tinggi pada ASEAN, Termasuk Vietnam
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan, kebijakan perdagangan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump, akan berdampak pada negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu (13/11/2024), Sri Mulyani menyampaikan bahwa Trump kemungkinan akan mengenakan tarif impor tinggi terhadap barang-barang yang masuk ke AS, khususnya dari negara-negara yang mencatatkan surplus perdagangan dengan Amerika Serikat.

Sri Mulyani mengingatkan, kebijakan proteksionisme Trump yang pernah diterapkan saat menjabat sebagai Presiden AS sebelumnya sudah terbukti dengan langkahnya menaikkan tarif impor terhadap China. Hal ini merupakan bagian dari kebijakan Trump untuk mengurangi defisit perdagangan AS dengan negara-negara yang memiliki surplus dengan Amerika.

“Selama ini, target tarif AS adalah negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS, seperti China. Namun, seperti yang pernah kita lihat sebelumnya, pemerintah AS juga memfokuskan perhatian pada negara-negara lain yang memiliki surplus, termasuk negara-negara ASEAN,” ujar Sri Mulyani.

Baca Juga:

Sri Mulyani menambahkan, negara-negara ASEAN seperti Vietnam bisa menjadi salah satu sasaran kenaikan tarif impor tersebut. Negara-negara dengan surplus perdagangan dengan AS, yang termasuk Vietnam, kemungkinan akan terlibat dalam kebijakan proteksionis ini, mirip dengan kebijakan yang diterapkan pada China.

“Jadi, mungkin tidak hanya China saja yang kena, negara-negara di ASEAN seperti Vietnam dan beberapa negara lainnya juga kemungkinan akan menjadi fokus perhatian dalam pengenaan tarif impor ini,” ungkapnya.

Baca Juga:

Imbas dari kebijakan proteksionis tersebut, menurut Sri Mulyani, akan mempengaruhi hubungan perdagangan ASEAN dengan AS, yang selama ini menjadi mitra dagang utama bagi banyak negara di kawasan ini.

Di samping itu, Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa pasar saat ini sedang mengantisipasi kebijakan fiskal yang kemungkinan akan cukup ekspansif di bawah kepemimpinan Donald Trump. Meski demikian, ia mengingatkan bahwa dampak dari kebijakan fiskal ini masih belum pasti.

“Di bawah Presiden Trump, kebijakan fiskal diperkirakan akan cukup ekspansif. Namun, mereka juga memiliki ambisi untuk memangkas belanja negara hingga US$1 triliun dalam waktu 10 tahun ke depan, yang berarti sekitar US$100 miliar per tahunnya. Hal ini tentu akan mempengaruhi proyeksi anggaran dan pasar global,” kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani juga mencatat bahwa peningkatan yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) menunjukkan proyeksi bahwa APBN di AS akan tetap relatif ekspansif, meskipun ada upaya pemotongan belanja.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo juga memberikan pandangan terkait pemilu di AS dan dampaknya terhadap Indonesia. Perry memprediksi, dengan kemenangan Donald Trump, dolar AS akan menguat, suku bunga AS akan tetap tinggi, dan perang dagang akan berlanjut.

“Jika Trump terpilih, kami melihat kemungkinan besar dolar AS akan menguat. Suku bunga AS akan tetap tinggi, dan perang dagang antara AS dan negara-negara mitra dagang, termasuk China, kemungkinan akan terus berlanjut,” ujar Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, pekan lalu.

Perry menambahkan bahwa dinamika ini akan memberikan tekanan terhadap negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. “Dinamika ini akan mempengaruhi nilai tukar mata uang, arus modal, dan menambah ketidakpastian di pasar keuangan global,” tandasnya.

Bagi Indonesia, dampak dari kebijakan proteksionis AS dan kenaikan tarif impor tersebut diperkirakan akan berpengaruh pada sektor perdagangan, nilai tukar rupiah, serta arus investasi dan modal asing. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki hubungan perdagangan signifikan dengan AS harus siap menghadapi tantangan baru yang mungkin muncul dalam hubungan dagang kedua negara tersebut.

(N/014)

Tags
komentar
beritaTerbaru