Selain itu, pemerintah juga akan memberikan sanksi kepada pihak yang menyelewengkan distribusi LPG 3 kg.
Namun, bentuk sanksi tersebut masih dalam tahap pembahasan.
"Harus dong. Masa beli 3 kg, dikasih 2,5 kg? Nanti kita buat sanksinya," tambahnya.
Bahlil menyebut kebijakan ini telah diuji coba di beberapa daerah, seperti Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta.
Dalam sidaknya, ia menemukan bahwa banyak masyarakat mengeluhkan bobot LPG yang tidak sesuai takaran.
Seharusnya, berat LPG yang diterima masyarakat mencapai 3 kg, tetapi banyak yang hanya mendapatkan 2,5–2,7 kg.
"Waktu kita turun ke lapangan, masyarakat mengeluh. LPG itu kan rata-rata tidak sampai 3 kg, ada yang cuma 2,5 kg, 2,7 kg. Padahal rakyat sudah beli 3 kg. Negara sudah subsidi 3 kg," ungkapnya.
Menurut Bahlil, berat tabung kosong LPG 3 kg adalah 5 kg.
Jika terisi penuh, berat total seharusnya 8 kg.
Namun, dalam praktiknya, banyak tabung hanya memiliki berat 7,5 kg, yang berarti isi gasnya kurang dari 3 kg.
"Jadi, kita akan atur bahwa di pangkalan harus ada timbangan. Kalau kita timbang dan ternyata beratnya tidak sampai 8 kg, berarti ada yang tidak beres. Ini bentuk transparansi dan perubahan pengaturan distribusi LPG," tegasnya.
Dengan kebijakan ini, diharapkan masyarakat mendapatkan haknya secara penuh dan distribusi LPG bersubsidi menjadi lebih transparan.