BREAKING NEWS
Senin, 16 Juni 2025

Marak Biaya Tersembunyi di E-Commerce, Pakar Konsumen: Bentuk Penyesatan Harga

Adelia Syafitri - Minggu, 15 Juni 2025 10:16 WIB
54 view
Marak Biaya Tersembunyi di E-Commerce, Pakar Konsumen: Bentuk Penyesatan Harga
Ilustrasi Transaksi Digital. (foto: ids)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

JAKARTA — Di tengah pesatnya perkembangan transaksi digital di Indonesia, konsumen kini dihadapkan pada fenomena biaya tersembunyi atau hidden costs yang kerap muncul tiba-tiba saat proses pembayaran (checkout).

Praktik ini dinilai mencederai prinsip perlindungan konsumen dan menurunkan kepercayaan terhadap platform digital.

Guru Besar Ilmu Konsumen IPB University, Prof. Lilik Noor Yuliati, menyebut bahwa kemunculan biaya tambahan seperti biaya administrasi atau layanan saat konsumen hendak menyelesaikan transaksi merupakan bentuk dari price obfuscation, yaitu strategi penyamaran harga yang sebenarnya.

Baca Juga:

"Praktik ini menyembunyikan informasi harga secara sengaja melalui istilah-istilah yang membingungkan konsumen. Ini jelas bertentangan dengan hak konsumen atas informasi yang benar dan transparan," ujarnya, Minggu (15/6/2025).

Prof. Lilik menegaskan, praktik hidden costs secara terang melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), khususnya Pasal 4 huruf c, yang menyatakan bahwa konsumen berhak memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur, termasuk mengenai harga dan biaya tambahan.

"Konsumen merasa tertipu karena total pembayaran tidak sesuai harga awal yang ditampilkan.

Ini menciptakan rasa tidak percaya dan menurunkan loyalitas terhadap platform," jelasnya.

Menurutnya, transparansi biaya menjadi fondasi utama dalam membangun kepercayaan konsumen (brand trust) di era digital.

Jika kepercayaan rusak, pelaku usaha digital pun bisa kehilangan pangsa pasar dan menghadapi kerugian jangka panjang.

"Konsumen yang merasa dirugikan tidak hanya berhenti bertransaksi, tapi juga akan berhenti merekomendasikan platform. Ini sangat berisiko untuk keberlangsungan bisnis digital," tambahnya.

Indonesia disebut telah memiliki landasan hukum kuat untuk menjamin transparansi harga dalam perdagangan digital, di antaranya:

- UUPK No. 8 Tahun 1999

- PP No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik

- UU ITE hasil revisi (UU No. 1 Tahun 2024)

- POJK No. 1/POJK.07/2013 untuk sektor jasa keuangan

Namun, lemahnya pengawasan dan kurangnya edukasi terhadap pelaku usaha membuat praktik ini terus terjadi.

Meski banyak pihak mendorong penghapusan total hidden costs, Prof. Lilik mengingatkan bahwa langkah tersebut harus dikaji secara komprehensif karena bisa memicu strategi baru yang tak kalah merugikan, seperti markup harga tidak wajar, bundling produk tak relevan, atau iklan tersembunyi di layanan gratis.

"Transparansi bukan berarti menghapus semua biaya, tapi menyampaikan seluruh komponen biaya secara jujur dan sejak awal," pungkasnya.*

(wh/a008)

Editor
: Adelia Syafitri
Tags
beritaTerkait
Gratis Ongkir Dibatasi, YLKI: Jangan Abaikan Hak Konsumen
komentar
beritaTerbaru