YOGYAKARTA – Kasus politik uang yang terjadi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sleman, khususnya di Kalurahan Sendangmulyo, Kapanewon Minggir, memasuki babak baru dengan dimulainya sidang perdana terhadap lima orang terdakwa. Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Sleman pada Rabu (18/12/2024) ini dihadiri oleh kelima terdakwa yang mengenakan pakaian seragam putih, celana hitam, dan peci. Mereka adalah Suyatman, Sutriyono, Gerardus Agung Sefrian, Hari Sukaca, dan Poniman.
Sidang dibuka pada pukul 10.30 WIB dan dipimpin oleh hakim ketua Cahyono, yang didampingi oleh dua hakim anggota, Popi Juliyani dan Edy Antonio. Sidang perdana ini bertujuan untuk membacakan dakwaan terhadap kelima terdakwa yang diduga terlibat dalam praktik politik uang selama Pilkada Sleman. Pembacaan dakwaan dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Hanifah, yang mengungkapkan bahwa kelima terdakwa didakwa melanggar Pasal 187A ayat (2) jo Pasal 73 ayat (4) Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 6 Tahun 2020, serta Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).“Surat dakwaan ini sudah dibacakan, dan kepada para terdakwa, apakah dakwaan yang dibacakan sudah benar?” tanya Hakim Ketua Cahyono. Para terdakwa pun menjawab bahwa dakwaan yang dibacakan oleh JPU sudah sesuai dengan fakta yang terjadi.
Setelah pembacaan dakwaan, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan tujuh orang saksi yang dihadirkan oleh pihak penuntut umum. Proses pemeriksaan saksi berlangsung dengan terbuka untuk umum. Saksi-saksi yang dihadirkan memberikan keterangan terkait peristiwa politik uang yang terjadi di Kalurahan Sendangmulyo, yang sebelumnya telah menjadi perhatian publik menjelang Pilkada Sleman.Sidang dilanjutkan dengan agenda pembacaan tuntutan pada hari Kamis, 19 Desember 2024. Juru Bicara Pengadilan Negeri Sleman, Cahyono, menyampaikan bahwa proses hukum ini akan terus berlangsung sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Sidang berikutnya adalah pembacaan tuntutan, yang dijadwalkan besok, 19 Desember,” ujarnya.Kasus politik uang dalam Pilkada Sleman ini mendapat perhatian luas karena mengancam integritas proses demokrasi. Tindak pidana politik uang dianggap sebagai pelanggaran berat yang dapat merusak kredibilitas pemilihan umum dan mendorong ketidakadilan dalam proses politik. Pemerintah dan pihak berwenang berkomitmen untuk terus menindak tegas praktik politik uang dalam berbagai bentuk, guna menjaga kualitas demokrasi di Indonesia.
(JOHANSIRAIT)