BREAKING NEWS
Rabu, 06 Agustus 2025

Sidang PMH Kredit Bermasalah di PN Bangli, Saksi Ungkap Dugaan Kerugian dan Pelanggaran Prosedur oleh Pihak Bank

Fira - Jumat, 13 Juni 2025 08:53 WIB
1.053 view
Sidang PMH Kredit Bermasalah di PN Bangli, Saksi Ungkap Dugaan Kerugian dan Pelanggaran Prosedur oleh Pihak Bank
pengadilan Negeri Bangli kembali menggelar sidang perkara perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan nomor perkara 14/Pdt/G/2025/PN Bangli, Kamis (12/6/2025).(foto:Fira)
Berita Terkini, Eksklusif di Saluran WhatsApp bitvonline.com
+ Gabung

BANGLI - Pengadilan Negeri Bangli kembali menggelar sidang perkara perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan nomor perkara 14/Pdt/G/2025/PN Bangli, Kamis (12/6/2025).

Sidang kali ini beragendakan penghadiran saksi-saksi dari pihak penggugat, yakni dua saksi fakta dan satu saksi ahli.

Pihak penggugat menghadirkan Sherly Aoetpah dan Adriana Bau sebagai saksi fakta serta Dr. Subakarna Resen, S.H., M.Kn. selaku ahli di bidang perbankan dan hukum perdata kenotarisan.

Baca Juga:

Sidang ini menyoroti dugaan praktik tidak transparan dalam penyaluran pinjaman oleh pihak bank kepada debitur atas nama Sang Nyoman Darma.

Dalam keterangan saksi, terungkap bahwa debitur tidak pernah mengetahui adanya perjanjian kredit resmi, tidak menerima dokumen pendukung, bahkan tidak pernah menandatangani surat kredit secara sadar. Meski demikian, kredit tetap berjalan dan disetujui melalui mekanisme yang disebut "green in".

Baca Juga:

"Dari awal debitur tidak tahu menahu soal perjanjian kredit ini, tetapi dalam waktu satu tahun, ia sudah membayar sekitar Rp56 juta, namun tiba-tiba dianggap macet," ungkap Timoteus Mordan, S.H., salah satu kuasa hukum penggugat.

Fakta yang terungkap menunjukkan bahwa masa tenor pinjaman seharusnya berlaku selama satu tahun. Namun sebelum jatuh tempo, pihak bank telah menerbitkan Surat Peringatan (SP) 1 dan SP3, lalu menyatakan pinjaman macet.

Kuasa hukum penggugat lainnya, Yohan A. Kapitan, S.H., M.H., mengungkapkan bahwa pinjaman yang dicairkan kepada debitur hanya sekitar Rp100 juta lebih, meskipun di atas kertas nilai pinjaman tercatat Rp400 juta.

Lebih mengejutkan lagi, tagihan yang diberikan kepada debitur mencapai Rp1,6 miliar, meskipun menurut catatan OJK, pinjaman tersebut telah dianggap lunas melalui pengambilan agunan tanah oleh pihak bank.

"Ini sangat merugikan debitur, jelas ada indikasi perbuatan melawan hukum," tegas Yohan.

Saksi ahli, Dr. Subakarna Resen, menjelaskan bahwa dalam praktik perbankan yang sehat, pihak bank harus melakukan verifikasi, menawarkan perpanjangan masa pembayaran, atau memberikan relaksasi sebelum menyatakan kredit macet.

"Ketika masa tenor berakhir, dan tidak ada proses hukum yang sesuai, serta tidak ada penilaian layak atau tidaknya debitur, itu menyalahi prinsip kehati-hatian dalam dunia perbankan," tegasnya.

Ahli juga menyebut bahwa setelah dua tahun tanpa proses hukum yang jelas, pihak bank justru mengubah nomor perjanjian kredit (PK) dan kembali menagih utang dengan nilai yang jauh lebih besar, tanpa dasar hukum atau perubahan perjanjian resmi.

Dalam proses hukum juga terungkap bahwa tanah yang dijadikan agunan oleh debitur ternyata mengandung komponen adat dan budaya, yakni keberadaan pura di lokasi tanah tersebut.

Ahli menyatakan bahwa seharusnya pihak bank dan pemohon lelang melakukan verifikasi dengan lembaga keamanan dan budaya sebelum menyentuh objek tersebut.

"Mereka adalah pengompon pura secara turun-temurun, bahkan ada pernyataan dari mantan kepala dusun," kata Yohan A. Kapitan.

Kuasa hukum penggugat menegaskan bahwa perjuangan mereka adalah untuk memastikan bahwa debitor mendapatkan perlindungan hukum yang seimbang dan adil dalam sistem perbankan dan hukum perdata.

"Kami berharap Pengadilan Negeri Bangli memutus perkara ini seadil-adilnya, berdasarkan fakta, norma hukum, dan nilai keadilan," tutup Timoteus Mordan, S.H.*

(km/j006)

Editor
: Justin Nova
Tags
komentar
beritaTerbaru